KOMPAS, JAKARTA (26/5/2016) | Pohon adalah warisan terbaik bagi anak cucu. Istilah itu dialami Suripto (74). Tidak saja ia masih memanen buah durian berumur ratusan tahun warisan orangtua, namanya juga diabadikan untuk menyebut varietas itu, yakni “durian ripto”. Dia pun berjibaku untuk membudidayakannya.
Beberapa kali nama durian ripto disebut dalam pencanangan Hutan Durian Internasional (International Durio Forestry) seluas 650 hektar di Desa Sawahan, Kecamatan Watulimo, Trenggalek, Jawa Timur, Jumat (13/5). Suripto, pun berdiri di deretan para pejabat pada acara yang dihadiri oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan jajaran Perhutani.
Beberapa kali ia berjabat tangan dengan orang nomor satu di Kementerian Pertanian itu. Bahkan, pada kesempatan itu. Suripto kemudian menerima kontrak senilai Rp 250juta guna pengadaan bibit durian untuk lahan seluas 100 hektar dari Kementerian Pertanian. Bibit-bibit tersebut bakal dikembangkan di wilayah setempat
Ya, saat itu Ripto memang dihadirkan sebagai semacam maskot acara. Kehadiran lelaki itu diharapkan ikut membakar semangat dan mendongkrak potensi hortikultura lokal ke kancah nasional, bahkan internasional Selama ini, durian menjadi salah satu komoditas perkebunan di Trenggalek. Dua per tiga wilayah kabupaten ini meliputi pegunungan di sisi selatan Jawa Timur.
Di luar pencanangan hutan durian. Suripto telah lama bergelut dengan durian. Kiprahnya dalam menangkar bibit durian telah berlangsung lebih dari 15 tahun. Sulit dihitung berapa banyak bibit durian yang telah ia hasilkan. Beberapa pejabat lokal, se-perti mantan Gubernur Jawa Timur Imam Utomo, mengenal dan memiliki bibit darinya.
Warisan Orangtua
Lelaki berkulit gelap itu pun menyebut semua ini berawal dari durian warisan orangtuanya. Sebelum tahun 2004, tak ada yang tahu apa nama pohon durian yang diperkirakan berumur 110 tahun yang tumbuh di lahannya di Dusun Ponggok, Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo. Suripto sendiri menggarap lahan milik Perhutani secara turun-temurun.
Pohon indukan setinggi 20 meterdengan diameter bagian bawah hampir 1 meter itu menghasilkan buah cukup besar, dengan berat rata-rata 25 kilogram. Selain penampilan buahnya menarik, produktivitasnya juga tinggi Pohon ini bisa menghasilkan 500 buah dalam sekali musim. Selain pohon unggul tersebut. Suripto juga memiliki sekitar 50 pohon durian varietas lain.
Melihat potensinya yang besar itulah. Pemerintah Kabupaten Trenggalek, didukung Pemerintah Provinsi Jawa Timur, kemudian mengusulkan varietas unggul tersebut kepada pemerintah pusat Upaya itu mem-buahkan hasil dengan pemberian nama baru, yaitu varietas durian ripto. Nama ripto diambil dari nama Suripto, sang pemilik pohon.
Tahun 2004, (varietas itu) mulai dirilis. Waktu pelepasan, saya juga dipanggil ke Jakarta,” tuturnya. Sejak saat itu, durian jenis tersebut di Trenggalek mendapatkan nama baru. Durian ripto memiliki rasa manis, tekstur daging halus, warna kuning tua, kulit buah tipis, dan tahan lama
“Mulai saat itu pula, nama saya diganti menjadi Ripto. Katanya, supaya tidak sama dengan nama Gu-bemur Riau saat itu yang juga bernama Suripto. Ini untuk menegaskan bahwa nama ripto yang ada pada durian ialah Ripto nama saya,” kata lelaki tamatan Sekolah Rakyat itu.
Sejak saat itu, upaya budidaya secara vegetatif banyak dilakukan, termasuk oleh Dinas Pertanian Kabupaten Trenggalek. Durian ini pun tidak hanya bertahan di pekarangan milik Suripto, tetapi juga berkembang ke lahan warga lain.
Suripto sebenarnya telah memulai mengembangkan bibit sejak 2000. Ribuan bibit telah ia hasilkan bersama kelompok tani, terutama dengan sistem sambung. Melalui sistem ini, dua jenis durian berbeda varietas, satu dari jenis unggul dan satu lagi non-unggul, disatukan. Dalam proses ini, batang bawah menggunakan varietas lain dan batang atas menggunakan durian ripto
Metode ini diyakini mampu meningkatkan produktivitas dan memangkas masa berbuah tanaman. Jika durian lokal bisa berbuah setelah berumur 6-7 tahun, sistem sambung ini membuat tanaman bisa berbuah saat umur lebih muda. “Saat ini ada 4.000 bibit yang sudah siap. Ini mau saya kembangkan lagi menjadi 10X00 bibit,” ujar Suripto yang juga memiliki tanaman salak, cengkih, dan manggis.
Ayah lima anak yang rata-rata mengenyam sekolah pendidikan guru ini mengaku mendapatkan keterampilan mengembangkan bibit metode sambung dari Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropis Malang. Sebelum mengikuti pelatihan, ia ha-nya membudidayakan durian itu dengan cara generatif biasa, yaitu melalui biji.
Berbagi Kepada Petani
Kini, aktivitas Suripto tidak hanya memperbanyak bibit durian unggul, tetapi juga kerap berbagi pengetahuan kepada sesama petani, baik di Trenggalek maupun di daerah-daerah lain. Suripto kerap ditunjuk sebagai tu tor. menularkan pengetahuan tentang bagaimana cara bertani hortikultura yang benar. Dia berikan pengetahuan mulai dari merawat hingga mengembangkan tanaman durian dengan sistem sambung hingga merawat komoditas lain, seperti salak dan manggis. Penjelasan cara budidaya melalui perantara sesama petani (pendidik sebaya) dinilai lebih mengena dibandingkan dengan langsung dari dinas. Suripto juga kerap dipanggil oleh instansi yang berhubungan dengan hortikultura di Jawa Timur dan provinsi lain.
“Di Desa Dukuh, Bapak sering mengajarkan kepada petani bagaima-na cara bertani hortikultura. Banyak petani yang belajar darinya karena rumahnya menjadi pusat pembibitan,” tutur Sunyoto (52), salah satu menantu Suripto.
Bupati Trenggalek Emil Elistianto Dardak menyebut durian asal daerahnya, termasuk varietas Ripto, disukai masyarakat Sayangnya, jumlah durian unggul setempat masih terbatas dan belum bisa memenuhi semua permintaan. Karena itu. pemerintah kabupaten ini berupaya mengembangkan varietas durian unggul itu. Selain ripto, di Trenggalek juga ada jenis durian lain, seperti jiman dan kunir, yang muncul belakangan.
Tanggal : 26 Mei 2016
Sumber  : Kompas