BISNIS INDONESIA (29/05/2019) | Perum Perhutanan Indonesia atau Perum Perhutani mencatatkan laba bersih sebesar Rp654 miliar pada 2018 atau naik Rp 216 miliar atau 49,31% dibandingkan dengan 2017 sebesar Rp438 miliar.
Sekertaris Perum Perhutani Asep Rusnandar menyampaikan bahwa laba bersih yang diraih perusahaan pelat merah tersebut meningkat sekitar 49% dibandingkan dengan laba tahun sebelumnya. “[Tahun 2017] laba bersih Perhutani Rp438 miliar,” katanya kepada Bisnis, Selasa (28/5).
Kenaikan laba tersebut juga didorong oleh naiknya pendapatan. Pendapatan Perum Perhutani tahun ini naik sekitar 21% menjadi Rp4,4 triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp3,65 triliun.
Asep mengatakan bahwa kenaikan laba bersih dan pendapatan tersebut didorong oleh tiga faktor.
Pertama, penerapan business process reengineering (BPR) di berbagai lini usaha dengan fokus pada perbaikan kulitas, kecepatan, dan biaya.
“Kedua, kegiatan pengembangan wisata termasuk melakukan standardisasi usaha pengelolaan wisata [rebranding canopy].”
Ketiga, ekstensifikasi dan perbaikan tata kelola agroforestri dan revitalisasi industry kayu.
Dia menjelaskan, dalam hal tata kelola agroferestri, pihaknya melakukan penertiban pelaksanaan kegiatan di lapangan, serta menjalankan transparasi dan legalitas dalam pembagian hasil ekstensifikasi tebu yang bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara (Persero).
“Kami juga bekerja sama dengan pihak swasta untuk melakukan intensifikasi pemanfaatan kopi,” jelasnya.
Perum Perhutani juga menandatangani nota kesepahaman dengan CV Nutrima Sehat Alami untuk membangun pusat pembibitan (breeding center) lebih tanpa sengat di Jawa Barat dan Banten.
Perhutani berharap agar kerja sama yang baru dilaksanakan di Jawa Barat dan Banten ini ke depan dapat diimplementasikan di seluruh wilayah di kerja Perum Perhutani.
CV Nutrima Sehat Alami merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri pengolahan herbal dengan produk turunan berupa obat tradisional, farmasi, kosmetik, dan industry makanan.
Selain itu, kerja sama tersebut diharapkan dapat mengerek pertumbuhan pendapatan dari komoditas Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan.
Kemudian, dalam hal tata kelola industri kayu, Perhutani melakukan perbaikan mesin dan penambahan alat produksi serta merekrut tenaga professional untuk mengembangkan potensi hasil kayu mereka.
Perhutani mencatat produksi kayu bulat mereka pada tahun lalu mencapai 1,28 juta m3 atau naik 180.000 m3 dibandingkan dengan hasil produksi pada 2017 sebanyak 1,1 juta m3.
Selain peningkatan profit, Perhutani juga melakukan pertumbuhan penanaman pada areal seluas 44.823 hektare. Pertumbuhan penanaman tersebut diklaim naik 151% dibandingkan dengan proses pertumbuhan penanaman pada 2017 seluas 17.838 hektare.
Kemudian, Perhutani juga melakukan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dalam bentuk program kemitraan dan mitra lingkungan (PKBL), bagi hasil usaha, dan pemberian pekerjaan dalam kegiatan operasional perusahaan. “Hasilnya, terjadi peningkatan pendapatan sebesar 165% [dibandingkan dengan 2017] menjadi Rp824 miliar pada 2018.”
Perhutani mencatat bahwa nilai pendapatan untuk kemitraan masyarkat pada 2017 hanya Rp13,27 miliar.
Direktur Utama Perum Perhutani Denaldy M. Mauna menilai bahwa peningkatan kinerja perusahaan yang dipimpin sejak 2016 merupakan dampak dari restrukturisasi usaha yang dilakukan.
Restrukturisasi usaha tersebut dilandasi dengan transformasi bisnis berfokus pada empat aspek, yakni keuangan, operasi, organisasi dan budaya.

Sumber : Bisnis Indonesia, hal 27

Tanggal : 29 Mei 2019