CNNINDONESIA.COM (26/5/2017) | Jalan berkerikil terbentang di sepanjang jalan Desa Pakualam, Kecamatan Darmaraja, Sumedang. Butuh waktu satu jam menggunakan sepeda motor untuk sampai ke desa yang berjarak 45 kilometer dari pusat Kota Sumedang ini.

Di pinggir jalan berbatu itu ada sebuah pos kecil dengan beberapa lelaki paruh baya yang sedang mengobrol di dalamnya. Salah satu dari mereka menyodorkan sebuah karcis bertuliskan “Puncak Damar Rp5.000/orang”.

Karcis sudah di tangan, saya masuk lebih jauh. Seketika mata saya tertuju pada hamparan air di Bendungan Jatigede yang membentang luas. Di permukaannya ada pulau-pulau kecil dan beberapa perahu yang lalu-lalang.

Jatigede terletak di kanan jalan Desa Pakualam, sedangkan di kiri jalan ada dua warung yang terbuat dari bilik bambu. “Warung ini dibangun beriringan dengan didirikannya wisata Puncak Damar,” ujar Ruhanta anggota Lembaga Mangkuan Desa Hutan atau disingkat LMDH.

Ia menceritakan bahwa berdirinya tempat wisata ini adalah hasil kerja sama antara Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang dengan LMDH yang merupakan lembaga masyarakat Pakualam. Pengelolanya pun adalah dua lembaga tersebut.

Objek wisata yang buka setiap hari dari pukul 07.00 hingga 16.00 ini biasanya ramai dikunjungi pada musim liburan. “Kalau sedang musim kerja biasanya tidak terlalu banyak pengunjung bahkan tak jarang tidak ada sama sekali,” ujar Kakek berjanggut putih itu.

Kerja sama dilakukan termasuk pada pemilihan nama tempat wisata. Menurut penjelasan Ruhanta, Puncak Damar diambil dari nama situs yang terletak di Desa Pakualam. Situs yang berbentuk makam keramat tersebut adalah satu-satunya situs yang tak tergenang oleh air Jatigede.

Jaraknya pun tidak begitu jauh dari objek wisata. Situs tersebut memang sering dikunjungi peziarah. Bahkan saat hari-hari besar Islam seperti peringatan Maulid Nabi, peziarah yang datang bisa mencapai seratus orang. “Untuk mengangkat nama situs dan menghargai situs tersebut, maka kami memilih nama Puncak Damar”.

Wawan anggota Perum Perhutani menyatakan bahwa berdirinya wisata Puncak Damar memang tidak lepas dari keberadaan Danau Jatigede. “Sejak Bendungan Jatigede resmi digenang pada 2015 lalu, pada tahun yang sama Puncak Damar pun didirikan,” ujarnya.

Ia menyebutkan bahwa fasilitas utama Puncak Damar adalah view deck atau tempat melihat pemandangan Jatigede. Di sana wisatawan dapat berfoto atau selfie. Ia menyebutkan bahwa Puncak Damar juga dilengkapi warung, saung, jamban, dan musala.

Warsidi, rekan Wawan dari lembaga yang sama menambahkan, hubungan pihak Perhutani dan masyarakat yang baik menjadi salah satu faktor keberhasilan berdirinya wisata Puncak Damar. Kawasan yang dulunya hutan kini telah menjadi tempat wisata.

Hal tersebut dapat berdampak positif bagi masyarakat Pakualam. “Jika wisata ini maju, maka masyarakat pun akan dapat keuntungan tersendiri,” ujar Warsidi.

Ia menuturkan bahwa hasil dari penjualan tiket nantinya akan dibagi dua antara Perhutani dengan LMDH. Masyarakat Pakualam pun dapat mencari pundi-pundi rupiah dengan berdagang di sekitar Puncak Damar. “Sekarang kami sedang memikirkan pengembangan wahana Puncak Damar, jika hanya begini-begini saja otomatis pengunjung akan bosan.”

Saya mencoba menaiki view deck yang berbentuk persegi panjang seperti balkon. Seluruh view deck ini terbuat dari kayu dengan ukuran 3×9 meter. Cuaca di Puncak Damar kala itu sangat panas. Jarum jam menunjuk pukul 11.45 WIB.

Namun, hal tersebut tak membuat pengunjung malas mengambil gambar. Memang dari atas view deck itu pemandangan Jatigede sangat jelas terlihat. Tak heran, hasil foto pun sangat bagus ketika saya mencoba selfie di salah satu sudut view deck.

Saya pun bertanya kepada seorang pengunjung bernama Tantan Setiawan Ramadhan mengenai Puncak Damar. Ia berpendapat bahwa Puncak Damar adalah tempat wisata yang bagus, menarik, dan kreatif.

“Penasaran dan ingin tahu aja sama objek wisata ini, karena banyak banget orang yang mengunggah foto mereka di media sosial,” ujar remaja asal Tanjungsari, Sumedang tersebut.

Ia pun mengemukakan pendapatnya mengenai kekurangan tempat wisata ini. Menurutnya, jalan menuju lokasi belum begitu diperhatikan. Petunjuk jalan pun masih kurang sehingga dapat membuat orang sedikit kebingungan. Objek atau wahana yang dapat dinikmati pun masih sangat terbatas.

Sumber : cnnindonesia.com

Tanggal : 26 Mei 2017