TAWANGMANGU — Kebakaran yang melanda hutan Lawu beberapa waktu lalu memantik kesadaran sejumlah elemen masyarakat untuk melakukan penghijauan.
Februari mendatang, pihak terkait mulai dari Badan Lingkungan Hidup (BLH) Karanganyar, Perhutani dan komunitas pecinta alam akan melakukan reboisasi di sepanjang jalur pendakian Gunung Lawu.
Relawan komunitas Anak Gunung Lawu (AGL) Budi Suwanto mengungkapkan, program penghijauan dengan menanam pohon dilakukan di sepanjang jalur pendakian Gunung Lawu. Pada Februari mendatang akan diawali dengan menanam pohon ekaliptus dan jenis lainnya sepanjang 11 kilometer. AGL juga menggandeng BLH, Perhutani, komunitas pencinta alam dan sebagainya.
“Selain itu juga membuat sanitasi di jalur menanjak sepanjang 11 kilometer mulai pos Cemoro Kandang sampai puncak,” jelas Budi, kemarin (5/1).
Dijelaskan, bibit pohon se ngaja ditanam mulai pos Cemoro Kandang yang terletak paling bawah sampai level atas di pos 4. Kemudian berlanjut ke puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Direncanakan organisasi pencinta alam asal luar negeri juga akan berpatrisipasi dalam program tersebut.
“Kami juga menjalin kerjasama dengan mahasiswa asal Hungaria dan Spanyol. Mereka mementaskan wayang sampah dengan tujuan membangun rasa peduli terhadap lingkungan,” terangnya. Penanaman pohon itu berjutuan untuk menjaga struktur tanah agar tetap stabil.
Selain itu membuat penanda rute pendakian yang mulai hilang karena aktivitas manusia. Namun secara umum, tiap 5-10 meter dibutuhkan satu batang pohon. Terpisah, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Edy Yusworo mengungkapkan, BLH menyambut baik kegiatan penghijauan yang dilakukan relawan AGL. Program tersebut sejalan dengan program Karanganyar Ijo Royo-royo. Secara khusus, pemkab menyiapkan anggaran yang diambilkan dari APBD kabupaten.
“BLH juga akan mengajukan anggaran penyediaan MCK di masing-masing pos pendakian. Tidak menutup kemungkinan dibangun musala. Kini masih disurvei lokasinya,” kata dia.
Untuk mengantisipasi pembalakan liar, dia juga menyiapkan jenis pohon yang tidak bernilai ekonomis tinggi. “Pembalakan liar karena pohon yang ditebang harganya tinggi. Jadi nanti dipilih pohon yang tidak bernilai jual tinggi, seperti pohon glodok pecut. Bibitnya mudah tumbuh,” jelasnya.
(adi/eti)
Sumber  : Radar Solo
Tanggal  : 6 Januari 2015