[JAKARTA] Chairman Indonesian Forestry Certification Coorporation (IFCC) Dradjad H Wibowo mengingatkan, meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk yang bersumber dari hutan yang dikelola secara lestari tidak bisa dibantah lagi. Produk kehutanan Indonesia yang saat ini memiliki nilai ekspor lebih dari US$ 10 miliar harus memenuhi tuntutan tersebut jika mau terus bersaing di pasar global.

“Untuk itu, diperlukan bukti yang bisa meyakinkan konsumen. Konsumen mudah mendapatkan produk tersebut dengan melihat logo sertifikat pengelolaan hutan kestari,” ujar Dradjad H Wibowo saat peluncuran skema sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan lacak balak (CoC) IFCC, di Jakarta, Kamis (11/12).

IFCC telah mendapat endorsement dan menjadi bagian dari Programme for the Endorsement of Forest Certification (PEFC), yakni sebuah skema sertifikasi hutan terbesar di dunia. Lebih dari 264 juta hektare (ha) hutan dan 15.804 perusahaan, termasuk dari Indonesia, telah disertifikasi PEFC.

Dradjad mengklaim, berbekal sertifikat yang dikeluarkan pihaknya, produk hutan Indonesia akan mendapat akses pasar yang lebih baik. Dia juga berjanji, IFCC dan PEFC akan membantu mempromosikan produk hutan Indonesia untuk mendapat pasar yang lebih luas.

Perkuat

CEO PEFC International Ben Gunneberg mengungkapkan, saat ini sekitar 10% luas hutan dunia, dan 28% kayu bulat yang diproduksi telah mendapat sertifikasi hutan lestari, di mana 60%-nya menggunakan sertifikasi PEFC.

Presiden Direktur PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin berharap, sertifikasi tersebut dapat memperkuat posisi tawar dan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk Indonesia di pasar global. “Kami optimistis produk Indonesia akan semakin diakui sebagai produk ramah lingkungan dan kompetitif” ujarnya.

Kusnan berharap, sertifikasi IFCC dapat berjalan sesuai dengan fungsinya, yaitu membangun kerja sama yang saling menguntungkan antara para pemangku kepentingan dalam rangka menyeimbangkan fungsi kelestarian lingkungan, kesejahteraan masyarakat, dan manfaat ekonomi bagi perusahaan dan pendapatan negara.

Sumber : Suara Pembaharuan, Hal. 3
Tanggal 12 Desember 2014