SOLOPOS.COM (03/03/2022) | Lodji Papak yang berlokasi di kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa, Kecamatan Juwangi, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah. Bahkan sejumlah warga berulang kali datang ke rumah tua peninggalan penjajah Belanda itu untuk sekadar berfoto atau menongkrong bareng kawan.

Pengunjung Lodji Papak yang merupakan warga Karangrayung, Grobogan, Nayla Qurrota Ayun, mengaku sudah berulang kali datang ke lokasi itu. “Saya udah kali ketiga nongkrong di sini bareng teman-teman. Suasananya enak, adem di sini. Tapi belum pernah masuk karena memang nggak boleh masuk. Jadi hanya duduk-duduk saja,” kata dia, Minggu (27/2/2022), di kawasan Lodji Papak.

Pengunjung lain yang datang bersama rombongan kereta kelinci, Deby Rulita, mengatakan sengaja mengunjungi Lodji Papak untuk menghibur anaknya. Dia mengaku berasal dari Welahan di Kabupaten Grobogan.

“Saya ke sini bareng sama anak dan juga teman-teman yang lain naik odong-odong [kereta kelinci]. Menurut saya bagus tempatnya, buat foto-foto bagus,” jelasnya. Deby mengatakan ini kali ketiga dirinya mengunjungi Lodji Papak yang berlokasi di kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Telawa, Juwangi.

Sedikit Perubahan Warna
Sementara itu, Kepala Sub Seksi Hukum Kepatuhan dan Komunikasi Perusahaan KPH Telawa, Sri Isnaini, saat dihubungi Solopos.com, Selasa (1/3/2022), mengatakan Lodji Papak telah mengalami sedikit perubahan seperti perubahan warna tembok dan juga lantai.

“Kalau untuk tegel [keramik] di depan itu ada perubahan sedikit, kalau yang di dalam masih utuh dan asli. Sekarang Lodji Papak menjadi situs cagar budaya termasuk dengan stasiun dan bangunan kecamatan,” ungkap dia.

Wanita berumur 52 tahun tersebut mengungkapkan Lodji Papak masih aktif digunakan sebagai rumah dinas administratur atau Kepala KPH Telawa. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, Lodji Papak konon dibangun pada tahun 1911. “Namun saya belum yakin, saya mencoba mencari catatan terkait hal tersebut tapi belum ketemu,” katanya.

Lalu kenapa rumah tua itu disebut sebagai Lodji Papak? Menurut Sri Isnaini, penamaan Lodji Papak berdasarkan kondisi riil yang ada di sana. Kondisi atap Lodji Papak memang berbentuk papak atau datar. “Konon katanya, bagian atas yang papak itu digunakan para orang Belanda untuk mengawasi hasil hutan,” jelasnya.

Dia mengungkapkan pada 2017, Lodji Papak sempat dibuka untuk umum untuk mengoptimalkan pendapatan Perhutani. Tapi kemudian Lodji Papak ditutup kembali untuk masyarakat umum karena memang statusnya masih digunakan sebagai rumah dinas administratur KPH Telawa.

Pemangku Kepentingan Berbenah
Pada bagian lain, Pemerintah Kecamatan Juwangi telah berkomunikasi dengan Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwasata (Disporapar) Boyolali terkait pengembangan potensi wisata di wilayah setempat.

“Ada pengembangan potensi desa wisata di Juwangi dan Pilangrejo. Kalau di Juwangi ya ada mata air Jolotundo, kemudian ada juga Lodji Papak,” ungkap Camat Juwangi, Muh. Fahrudin, saat dihubungi Solopos.com, Selasa (1/3/2022).

Ia mengatakan bersama pemangku kepentingan akan selalu berbenah untuk menggali potensi wisata yang ada di Juwangi.

“Kami harapannya bersama pemangku kepentingan akan terus berbenah untuk memperbaiki Juwangi. Misal di pariwisata, ya tetap menggali potensi. Oh, untuk investasi oh Juwangi lho, mari silakan [investor] menanamkan modal di sini, akan kami tunjukkan daerah yang cocok [untuk] investasi,” tambah dia.

Sumber : solopos.com

Tanggal : 2 Maret 2022