MADIUN, PERHUTANI (1/7/2021) | Budidaya porang di dalam kawasan hutan Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Madiun yang dilakukan oleh warga Desa Kradinan, Kecamatan Dolopo, Kabupaten Madiun kini menjadi sumber penghasilan yang bisa meningkatkan perekonomian masyarakat setempat, kata Administratur  KPH Madiun Imam Suyuti di Kantornya, Kamis (1/7).

Menurutnya masyarakat Desa Kradinan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Risqi Abadi tersebut membudidayakan tanaman porang dibawah tegakan tanaman kehutanan, baik tegakan jati maupun rimba.

“Ada seluas 19 hektar lahan hutan yang ditanami porang oleh masyarakat,” ujar Imam.

Masyarakat Desa Krandinan yang tinggal di pinggiran hutan tersebut sebagian besar pekerjaannya sebagai petani dengan memanfaatkan lahan dibawah tegakan tanaman kehutanan.

“Umbi porang yang memiliki nilai jual tinggi membuat masyarakat tertarik untuk membudidayakan tanaman tersebut,” kata Imam.

Imam juga menjelaskan bahwa budidaya porang sangat potensial untuk dikembangakan dengan pemanfaatan lahan dibawah tegakan, karena tidak mengganggu tanaman pokok kehutanan. Sebaliknya dengan adanya tanaman porang dibawah tegakan tersebut, hutannya akan lebih kondusif karena tanaman porang tidak membutuhkan sinar matahari yang banyak sehingga perlu naungan dari pohon-pohon besar di sekitarnya.

Sementara itu, Penyuluh Kehutanan Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Wilayah Madiun, Sumedi, selaku pendamping petani porang Desa Krandinan saat ditemui menyampaikan bahwa budidaya porang di Desa Krandinan dirintis sejak tahun 2011, namun para petani baru serius merawat dan menambah luas garapannya sekitar tiga tahun terakhir.

Menurut Sumedi, di wilayah Desa Kradinan lahan yang ditanami porang total sekitar 42 hektar diantaranya seluas 23 hektar merupakan lahan di luar kawasan hutan dan seluas 19 hektar berada di dalam kawasan hutan Perhutani KPH Madiun. Sumedi juga menjelaskan jika tanaman porang di Desa Krandinan sudah mengalami beberapa kali panen, awalnya tanaman ini ditanam tanpa ada perawatan sehingga hasilnya tidak maksimal.

“Sekitar tahun 2017 dilakukan perawatan secara intensif mulai dari proses penanaman  hingga masa panen, proses perawatan tanaman porang (penyiangan  atau mencabut gulma rumput di sela-sela tanaman, pemupukan, dan penyiraman) sehingga saat ini bisa panen dengan hasil yang memuaskan,” terang Sumedi yang juga sebagai menjabat Sekretaris LMDH Risqi Abadi.

Budidaya porang secara intensif untuk menghasilkan panen umbi porang yang maksimal dibutuhkan ketelatenan, dan modal yang lumayan besar, ia merinci untuk kebutuhan biaya penanaman porang per hektar seperti pengadaan benih, pengolahan lahan dan perawatan selama tiga tahun membutuhkan sekitar Rp 50 juta dan hasil panennya bisa menghasilkan uang sebesar Rp 100 juta.

“Modal besar itu hanya diawal budidaya,  untuk selanjutnya setelah panen biayanya lebih murah karena tidak lagi membeli benih porang, karena tanaman porang hanya perlu ditanam sekali bisa berproduksi secara berkelanjutan hanya saja butuh sulaman dan perawatan,” jelas Sumedi.

Senada dengan Sumedi, Nur Stalis selaku Ketua LMDH Risqi Abadi Desa Krandinan menyampaikan bahwa masyarakat Desa Krandinan sudah menanam porang sejak tahun 2011, hanya saja kurang diperhatikan dan dirawat sehingga hasilnya kurang maksimal dan baru digeluti lagi setelah masyarakat tahu bahwa harga umbi porang sangat mahal, sehingga tanaman porang menjadi primadona petani khususnya masyarakat yang tinggal di pinggirian hutan.

Menurut Nur Stalis, petani yang menanam porang di Desanya terbagi dua kelompok, yaitu Kelompok Tani Hutan yang juga sebagai anggota LMDH yang menanam porang di dalam kawasan hutan dan kelompok tani (Poktan) yang menanam porang di lahan kering milik pribadi.

“Jumlah petani porang anggota LMDH Risqi Abadi yang terlibat sekitar 70 orang dan luas lahan yang digarap sudah mencapai kurang lebih 19 hektar,” pungkasnya. (Kom-PHT/Mdn/Yd)

Editor : Ywn

Copyright©2021