Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat, total luas kawasan kehutanan di provinsi ini tak kurang dari 800.000 hektare. Dari jumlah tersebut, 200.000 hektare dikelola oleh Taman Nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya  Alam (BKSDA) Kementerian Kehutanan. Sementara itu, 600.000 hektare merupakan kawasan hutan lindung dan produksi yang dikelola oleh Perum Perhutani Unit  III.
Sobirin Supardiyono, anggota Dewan Pemerhati Lingkungan dan Kehutanan Tatar Sunda (DPLKTS), mengungkapkan bahwa dari ketiga kelompok tersebut, kawasan hutan taman nasional dan konservasi berada pada lokasi paling tinggi pada suatu wilayah pegunungan. Sementara itu, hutan lindung dan produksi berada di lokasi paling bawah dalam suatu kawasan. Kedua jenis hutan itu berada dalam zona yang sama dengan perkebunan.
Karena lokasinya itulah, kawasan hutan lindung, hutan produksi, dan perkebunan rentan terhadap gangguan keamanan dan kerusakan lingkungan. Efeknya pun paling langsung terasa bagi kemampuan pasokan air, situasi sosial-lingkungan, berkurangnya sumber perekonomian, dan sebagainya. ”Belakangan, setelah pemulihan hutan lindung dan produksi agresif dilakukan dengan mengusung falsafah ngajaga lembur manfaatnya mulai terasa. Masyarakat pun mulai sadar. Paling tidak, perubahan iklim global yang terjadi coba ‘diakali’ dengan menciptakan kembali iklim-iklim mikro hutan yang bermanfaat bagi sekitamya,” katanya.
Ketua Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Barat Oo Sutisna  melontarkan apresiasi terhadap kelestarian dan terjaganya keamanan hutan di berbagai wilayah Jabar, Ia mencontohkan, di selatan Jabar, sejumlah petani sangat berterima kasih atas  adanya kepedulian dan keseriusan  berbagai pihak dalam perlindungan dan  pelestarian hutan.
Oo juga mengaitkan dengan ketahanan pangan di pedesaan dekat hutan yang dalam dua tahun terakhir relatif terjaga, Sejak pulihnya pasokan air dari kawasan hutan, belum diperoleh kabar adanya kondisi rawan daya beli atau krisis cadangan beras pada musim kemarau tahun 2011 ini. “Soalnya, di sana terdapat lebih banyak lahan yang dimungkinkan untuk ditanami padi. Saya berharap agar masyarakat ikut menjaga kelestarian dan keamanan hutan di sekitar mereka karena manfaatnya kini begitu terasa,” ujarnya.
**
Wahyu, Ketua Gerakan Peningkatan Produksi Pangan berbasis Kemitraan (GP3K), menyebutkan bahwa Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) juga memercayakan sebagian pengusahaan padi, palawija, dan sebagainya di kawasan kehutanan lindung. Hal itu dilakukan secara kemitraan berdasarkan perhitungan jumlah cadangan air yang masih memadai. Walau efek kemarau masih terasa, penanaman padi dan palawija dilakukan pada akhir tahun. Soalnya, pemanfaatan sela di antara tegakan pokok sejumlah kawasan hutan lindung dan produksi sudah memungkinkan.
Sementara itu, pengaruh timbal-balik, berkaitan dengan kelestarian dan keamanan hutan-hutan lindung dan produksi di Jabar, kini mulai dirasakan manfaatnya. Tak sekadar menjaga pasokan air, tetapi juga muncul kepercayaan dan peluang bisnis lain yang, tentu saja, menguntungkan pengelola ataupun masyarakat yang terlibat.
Kepercayaan sudah muncul dari pihak luar, misalnya Jepang dan Taiwan yang meminati produk-produk dari hutan Jawa Barat, khususnya yang dikelola oleh Perhutani. Pada akhir tahun 2011 ini, mereka memesan banyak ragam produk, diantaranya kopi, air minum dalam kemasan, dan kayu-kayuan.
Pebisnis agro asal Jepang, Katsuhito Sagawa, mengatakan bahwa negaranya berani berbisnis produk-produk hutan Jawa Barat karena melihat perkembangan kawasan-kawasan hutan Jabar terus dipulihkan. Ia menilai, upaya-upaya pelestarian dan pengamanan hutan negara di Jabar tergolong paling serius di kawasan Asia, apalagi adanya dukungan banyak pihak.
Ia mencontohkan, di antara hasil nyata yang terlihat adalah kualitas dan volume air dari KPH Bogor memenuhi persyaratan di Jepang, baik kualitas kontinuitas pasokan. Terjaganya kelestarian hutan di Kab. Bogor, temyata mampu menstabilkan pasokan air dan sumber pertanian bagi masyarakat sekitar Jakarta. “Jika kondisi hutan di Jabar terutama sumber-sumber air rusak dan terganggu, kepercayaan pihak luar terhadap pembukaan bisnis berbasis lingkungan akan minim, Melihat perkembangan terakhir, motivasi pelestarian dan pengamanan hutan di Jabar membuat kami percaya terhadap produknya,” kata Sagawa.
Nama Media : PIKIRAN RAKYAT
Tanggal           : Selasa, 27 September 2011, Hal. 25
Penulis            : Kodar Solihat
TONE               : POSITIVE