BISNIS INDONESIA (7/6/2017) | Berkurangnya kinerja penjualan kayu jati yang merupakan salah satu bisnis utamanya, mendorong Perum Perhutani melirik bisnis pariwisata.

Perum Perhutani kini tengah mempertimbangkan sejumlah investor yang tertarik untuk mengembangkan kawasan wisata ecopark, di lahan seluas 600 ha dari 9.000 ha milik Perhutani di Sentul, Jawa Barat. Diharapkan pada 2018, pemasangan tiang pancang pembangunan sudah bisa dilakukan.

Dalam masterplan yang disiapkan sejak empat tahun lalu, kebutuhan investasi untuk proyek besar ini mencapai Rp5 triliun. Ada tiga perusahaan asing berasal dari Amerika Serikat, Eropa, dan China, dan empat perusahaan lokal salah satunya perusahaan properti, yang telah menyampaikan niat untuk bekerja sama.

Denaldy mengakui Perhutani mulai menggenjot pariwisata hutan agar dapat menopang pendapatan perusahaan, setelah penjualan kayu jati sang menjadi salah satu bisnis utama terus menurun seiring munculnya pesaing dari Brazil dan Vietnam dan mainnya permintaan global.

“Kalau melihat tren dalam 5 tahun terakhir, ada penurunan permintaan kayu jati 10%-15%. Apalagi Brazil dan Vietnam yang dulu bukan pemain, kini menjadi pesaing utama. Mereka bisa memberikan harga yang murah dengan kualitas beda tipis,” imbuhnya.

Laporan keuangan perusahaan menunjukkan sampai akhir Maret 2016, Perhutani mengalami kerugian Rp321 miliar, ditambah masih banyak kewajiban yang belum terpenuhi seperti kewajiban pajak, tambahan dana pensiun, dan peningkatan status karyawan.

Meski kemudian, pada kuartal pertama tahun ini Perhutani mencatat laba Rpl21 miliar atau meningkat 138% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Diakui Denaldy, sektor pariwisata menjadi fokus Perhutani tahun ini, meski kontribusinya baru 2% terhadap pendapatan perusahaan. Dia optimistis rebranding 236 lokasi wisata Perhutani dan pengembangan ecopark dapat memberikan kontribusi 20% selama kurun waktu dua tahun ke depan.

Di negara-negara maju, kontribusi pegembangan pariwisata hutan mencapai 10%-45%. Ecopark berkelas dunia itu mengusung konsep keseimbangan ekosistem alam dan hiburan seperti agroforestry, silvopasture, serta memanfaatkan energi berbasis lingkungan.

Menurut Denaldy, sebagai negara tropis, Indonesia seharusnya memiliki ecopark berkelas dunia. “Kalau memang prospeknya bagus, kita bisa kembangkan lagi lebih dari 600 ha”.

PROSPEKTIF

Ketua Program Studi Pascasarjana Sekolah Bisnis Institut Pertanian Bogor Arief Daryanto menilai ecopark yang digagas Perhutani merupakan bisnis hijau yang menjanjikan.

Meski dalam model lain, imbuh Arief, ecopark dapat dibangun dengan tujuan non-profit. “Kalau dikelola dengan profesional, hal ini merupakan prospek bisnis hijau yang menjanjikan. Sentul memiliki potensi untuk itu,” tuturnya.

Dia menambahkan bisnis baru Perhutani ini makin menjanjikan jika dikombinasikan dengan ecotourism dan eco industrial park. Konsep serupa sukses dikembangkan oleh beberapa negara seperti, China, Jepang, Korea.

Di sisi lain, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memberikan sederet catatan atas rencana Perhutani membangun bisnis wisata berbasis ekosistem senilai Rp 5 triliun di Sentul, Jawa Barat Apalagi bisnis wisata berbasis ekosistem seringkali justru mengubah bentang alam dan fungsi hutan itu sendiri.

Manajer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial Walhi Wahyu A. Perdana khawatir investasi Rp 5 triliun untuk pengembangan ecopark di wilayah Perhutani justru akan mengubah bentang alam itu sendiri.

Kekhawatiran ini beralasan karena seringkali bisnis wisata berbasis ekosistem justru merusak ekosistem, baik karena faktor kebisingan yang ditimbulkan maupun penggunaan air tanah dalam volume besar.

“Rp 5 triliun itu untuk apa? Apakah akan mengubah bentang alam? Jika iya tentu akan bermasalah dan menjadi catatan sendiri,” tuturnya pada Selasa (6/6).

Maka, penting bagi Perhutani sebagai bagian dari institusi negara, menyampaikan rencana pengembangan ecopark ke publik agar publik dapat ikut mengawal.

Selain itu, Perhutani seharusnya melibatkan masyarakat sejak awal perencanaan hingga implementasi. Ini sejalan dengan program pemerintah dalam pengelolaan hutan melalui perhutanan sosial. “Kajian lingkungan hidup juga menjadi penting,” imbuhnya.

Dengan segala rencana futuristik-nya, menarik ditunggu bagaimana perkembangan ecopark Perhutani ini selanjutnya.

Sumber: Bisnis Indonesia, hal. 31

Tanggal: 7 Juni 2017