Keberadaan kawasan ekowisata hutan di Bandung selatan yang semakin menggeliat, merupakan hasil terobosan dan upaya keras selama bertahun-tahun untuk memunculkan hasil seperti sekarang. Kini, kawasan-kawasan ekowisata hutan sudah menjadi sumber daya tarik banyak kalangan, di mana perhatian dari banyak pihak mampu mengangkat citra hutan lindung di Bandung selatan.

Adalah pengelolaan secara terintegrasi pada kawasan hutan di Bandung selatan yang menjadi kuncinya. Pengelolaan itu terdiri atas aspek kepentingan lingkungan, ekonomi, dan sosial-budaya. Penanganan hutan di Bandung selatan bukan hanya melibatkan pengelola, tetapi juga peran masyarakat, kalangan pemerhati, pebisnis, unsur pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya.

Ikon sebagai kawasan ekowisata pun terbangun melalui optimalisasi tegakan-tegakan pokok hutan yang ditunjang pemanfaatan kawasan hutan selaras pelestarian lingkungan. Salah satunya berupa aktivitas pemanfaatan kawasan hutan, melalui wisata, pembudidayaan kopi yang sudah mengarah pada industrialisasi kopi tersegmen, pemanfaatan berbagai jasa lingkungan, perlindungan hewan primata Priangan dan Pulau Jawa, penelitian, serta promosi seni dan budaya lokal.

Pengelolaan hutan-hutan lindung di Bandung selatan dilakukan Perum Perhutani Unit III melalui pembagian tanggung jawab antara Kesatuan Bisnis Mandiri Jasa Lingkungan dan Produk Lain (KBM JLPL) serta Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan. Karena statusnya hutan lindung dan hutan produksi sadapan, kebanyakan bisnis dilakukan melalui komoditas non kayu yaitu wisata, pemanfaatan jasa lingkungan seperti air, perlindungan keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan, serta penyerapan karbon.

Data dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan, luas hutan yang dikelola seluas 55.000 hektare. Sebanyak 79 persen kini merupakan hutan lindung dan hanya 21 persen merupakan hutan produksi.

Perhatian Internasional
General Manager KBM JLPL Lies Bahunta mengatakan, kawasan hutan di Bandung selatan bukan hanya berkembang atas wisata hutan, tetapi sudah menjadi perhatian sejumlah kalangan internasional. Citra hutan di Bandung selatan dinilai berubah menjadi lebih baik dibandingkan dengan tahun 1999-2002 lalu yang banyak rusak akibat ulah manusia.

Menurut Lies, kawasan hutan lindung di sekitar objek wisata Kawah Putih disukai sejumlah pemerhati hutan asal Belanda, Malaysia, polisi hutan Jerman, maupun Australia. Mereka umumnya menilai, ternyata pengelolaan yang tepat dapat menciptakan pemulihan dan pelestarian yang mampu menunjang ekonomi masyarakat sekitar. Bahkan, kawasan hutan lindung di Bandung selatan dijadikan bahan studi banding oleh Dr Jeff elson dari School of Geosciences University of Sydney Australia bekerja sama dengan Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Mereka akan kembali berkunjung ke hutan lindung Bandung selatan untuk melakukan studi banding pengelolaan hutan secara terintegrasi.

”Yang jelas, pengelolaan sumber daya hutan di Bandung selatan, termasuk ekowisata, menjadikan masyarakat sebagai mitra. Peran masyarakat melalui PHBM membuka peluang lebih besar bagi mereka untuk memperoleh manfaat ekonomi dari pengelolaan hutan,” ujar Lies yang juga General Manager Bandung Ecotourism.

Berkembangnya aneka ekowisata di Jawa Barat, khususnya Bandung selatan, juga tetap diikuti berbagai perhatian dari sejumlah pihak. Mulai penataan kawasan, kelestarian lingkungan, aspek sosial-budaya, pendapatan, iuran, dll, yang diharapkan saling menghidupi tetapi tetap menjaga ketertiban, kelestarian lingkungan, keamanan, dan tata nilai budaya lokal.

Pada sejumlah kawasan hutan di Jawa Barat, khususnya naik pada hutan lindung maupun hutan produksi, perputaran bisnis lebih bersifat pemanfaatan sumber daya hutan. Mata rantai manfaatnya bukan hanya dilakukan pengelola, tetapi juga masyarakat desa hutan, terutama yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).

Menurut Kepala Unit III Perum Perhutani, Bambang Setiabudi, kearifan dalam pemanfaatan hutan tak hanya berorientasi kepada ekonomi dan pendapatan semata. Namun, perlu memperhatikan aspek ekologi hutan yang vital keberadaannya karena berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Pengelolaan wisata hutan setempat juga telah berkontribusi terhadap pendapatan Pemerintah Kabupaten Bandung dan roda perekonomian masyarakat. Selama tahun 2007-2011, pajak yang diberikan Perhutani dari pengelolaan wisata hutan di Bandung selatan mencapai Rp 5,5 miliar yang bersumber dari objek wisata Cimanggu Rp 1,012 miliar, Kawah Putih Rp 3,822 miliar, Rancaupas Rp 55,869 juta, Patuha Resort Rp 80,680 juta, dan Wanawisata Air Panas Cibolang Rp 531,567 juta.

Walau sejak 2011 perda pembagian hasil dengan pemerintah daerah sudah dibatalkan Kementerian Dalam Negeri, Perhutani tetap membayarkannya. Menurut Bambang, sinergi dan kerja sama antara Perhutani dan berbagai pemerintah daerah tetap dapat berjalan. Selama ada kreativitas dari kedua belah pihak, terutama pemerintah daerah yang berniat meningkatkan pendapatan asli daerahnya. (Kodar Solihat/”PR”) ***

PIKIRAN RAKYAT :: 21 Januari 2012, Hal. 25