BRI dan BNI siap berkomitmen membiayai setiap pengembangan bisnis inti dan pembangunan pabrik pengolahan Perhutani.
PERUSAHAAN umum (Perum) Perhutani berencana mengekspor produk hasil olahan pabrik derivatif gondorukem dan terpentin ke Eropa, Jepang, dan China. Penjualan produk tersebut ditargetkan bisa berkontribusi bagi pendapatan Perhutani Rp 500 miliar tahun ini.
“Produksi bahan olahan untuk bisnis industri itu dilakukan di Pemalang, Jawa Tengah, pada Mei 2014 dengan kapasitas produksi 24 ribu ton per tahun. Produksi 17 ribu ton tahun ini, 70% dari kapasitas terpasang,” ujar Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto di Jakarta, kemarin.
Hasil industri gondorukem merupakan produk olahan dari getah pinus untuk bahan baku di industri minyak, cat, dan tinta mesin cetak (printer). Dengan investasi Rpl90 miliar, pabrik itu akan mengukuhkan Perhutani sebagai penghasil gondorukem terbesar di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara.
Pengembangan produk itu, lanjut Bambang, akan meningkatkan pendapatan Perhutani dari nonkayu pada 2014. Pihaknya menargetkan pendapatan dari nonkayu sekitar 55%, sisanya kayu.
“Pada 2013 lalu pendapatan kayu 48%, sisanya nonkayu,” ungkapnya. Enam jenis usaha nonkayu yang terus digenjot tahun ini ialah getah pinus, kopal, daun kayu putih, gondorukem, terpentin, dan minyak kayu putih.
Perhutani menargetkan pendapatan Rp4,603 triliun, atau tumbuh 16,41% dari realisasi 2013 yang Rp3,954 triliun. Penyumbang terbesar pendapatan berasal dari ekspor industri non kayu sebesar Rp 1,399 trilun atau 137% dari rencana.
Pendapatan penjualan dalam negeri hasil hutan Rp617 miliar, sedangkan produk kayu tabungan berkontribusi Rpl,607 triliun.
“Tahun ini kami membidik laba Rp287 miliar, naik 40,46% dari realisasi 2013 yang sebesar Rp2,04,9 miliar,” katanya.
Pabrik sagu di Papua
Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Perhutani Tedjo Rumekso mengungkapkan perusahaan akan mengoperasikan pabrik sagu di Sorong, Papua, pada April
2015.
“Perhutani telah mendapatkan izin usaha seluas 16 hektar dari Kementerian Kehutanan dan pemerintah daerah (pemda),” jelasnya.
Investasi pembangunan pabrik sagu itu ditetapkan Rp 108 miliar dengan target kapasitas produksi 100 ton per hari atau 30 ribu ton setiap tahun. “Kontribusi bagi pendapatan sekitar Rp 100 miliar per tahun.”
Pabrik yang mengelola area konsesi lahan 16 ribu hektare tersebut ditargetkan mulai beroperasi pada April 2015. “Saat beroperasi penuh kapasitas produksi pabrik sagu ini mencapai 30 ribu ton tepung per tahun,” paparnya.
Perhutani menggandeng dua BUMN, yaitu PT Barata (persero) untuk konstruksi bangunan dan PT PLN (persero) yang akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar kulit pohon sagu. Listrik itu nantinya juga dijual secara komersial.
Direktur Keuangan Perhutani Morgan Sharif Lumban Batu menambahkan pembiayaan pembangunan pabrik itu akan dialokasikan dari total belanja modal (capital expenditure/capex) perusahaan 2014 yang ditetapkan sekitar Rp 551 miliar.
Alokasi itu meningkat dari realisasi capex 2013 sebesar Rp253,82 miliar. Dana tersebut juga akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan, mesin dan alat berat, termasuk penyertaan modal.
“Pendanaan capex tersebut akan dibiayai dari kombinasi .kas internal dan pinjaman perbankan,” ujarnya. (Ant/E-5)
Sumber  :  Media Indonesia,  Hal 19
Tanggal  :  6 Maret 2014