Pengembangan kembali populasi tegakan pohon pinus dilakukan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten sebagai kebijakan bisnis kelas perusahaan. Apalagi, produksi getah pohon pinus diprediksi kembali meninggi ke depan untuk pemenuhan bahan baku gondorukem dan terpentin dunia.
Kasi Humas Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat-Banten Ade Sugiharto, di Bandung, Jumat (6/2/2015), menyebutkan, pengembangan kembali populasi pohon pinus tersebut dilakukan di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Sukabumi dan KPH Bogor. Ini pun sekaligus peremajaan kembali aneka tegakan pohon pinus sebagai sumber getah bahan produksi gondorukem dan terpentin.
Dikatakan, pengembangan populasi pohon pinus juga sebagai salah satu langkah bisnis Perhutani Jawa Barat-Banten mengembalikan bisnis inti kepada kelas perusahaan, Namun, ada pula sebagian bisnis pohon kayu-kayuan yang dipertahankan untuk jenis cepat tumbuh, sepeiti akasia mangium, mindi, dll. di KPH Bogor dan KPH Banten.
Disebutkan, keberadaan hutan pinus Perhutani sebenarnya merupakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar di Jawa Barat. Namun, sejauh ini belum sepenuhnya termanfaatkan oleh masyarakat sekitar sehingga masih banyak diisi oleh masyarakat asal Cilacap. Sementara itu, pengembangan bisnis pohon kayu akasia mangium tengah dikembangkan di wilayah Banten untuk mengisi tingginya kebutuhan kayu pertukangan ke depan.
Menurut personel Biro Perlindungan Sumber Daya Hutan Kesatuan Pemangkuan Hutan Banten Encang Suryana, pengembangan bisnis kayu akasia mangium ini selain mengisi pasar kebutuhan kayu untuk pertukangan, juga sebagai langkah pemulihan kawasan hutan di sekitaran Malingping. Dahulu, kawasan keutanan selatan Banten sempat rusak berat akibat gangguan keamanan beberapa tahun lalu.
Kini kawasan hutan di Malingping berangsur hijau kembali dengan keberadaan populasi pohon-pohon akasia mangium. Pohon akasia mangium warna kayunya merah sehingga banyak yang mengira sebagai kayu jati.
Sumber : Pikiran Rakyat
Tanggal : 7 Pebruari 2015