KEDU SELATAN, PERHUTANI (05/07/2021) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Selatan menjadi pembicara dalam webinar DobelCreativeTalk Series : Agro-Technopreunership Menggali Potensi dan Peluang Tanaman Nyamplung yang diselenggarakan oleh Institut Teknologi Sumatera (ITERA) dan ditayangkan secara live di channel Youtube International ITERA Office serta diikuti oleh kurang lebih 164 peserta, Jumat (02/07).

Administratur KPH Kedu Selatan melalui Kepala Seksi Madya Kelola SDH dan Perhutanan Sosial, Ayurani Prasetiyo selaku Narasumber dari Perhutani menuturkan bahwa tanaman Nyamplung (Calophyllum inophyllum) di Perhutani khususnya KPH Kedu Selatan banyak ditanam di daerah pesisir pantai karena struktur tanahnya yang berpasir sesuai untuk memudahkan tanaman nyamplung untuk tumbuh. Selain itu, Bibit nyamplung disamping di budidayakan di persemaian Perhutani juga mudah ditemui di lokasi pesisir pantai permudaan alaminya.

Dijelaskan Ayurani bahwa penanaman Nyamplung dilakukan dengan pola tanaman campuran sebagai tanaman pengisi di antara tanaman pokok Jati, sedangkan pada lokasi Hutan Lindung sebagai tanaman pengkayaan. Ia juga menerangkan bahwa pengembangan Nyamplung di Perhutani difungsikan sebagai tanaman penghijauan, penahan pemecah angin dan konservasi sempadan pantai.

“Tanaman nyamplung di KPH Kedu Selatan saat ini seluas 224, 65 Ha, tersebar di Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gombong Selatan, tepatnya di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tebo dan Sikayu serta BKPH Purworerjo RPH Loano dengan tahun tanam beragam, paling tua tanaman Nyamplung ditanam tahun 1980 dan paling muda tahun tanam 2010,” ujar Ayurani.

Sementara itu Direktur International Office ITERA, Acep Furqon menyampaikan pesan bahwa generasi muda memiliki potensi besar untuk mengembangkan technopreneurship di bidang agro.

“Diharapkan para peserta bisa menyerap ilmu dari para pemateri peluang tanaman Nyamplung menuju industri, dan diharapkan muncul start up technopreneurship dari ITERA,” ujarnya.

Salah satu dosen Teknologi Industri Pertanian ITERA yang juga pemberi materi bidang pertanian, Okta Amelia menjelaskan bahwa arti Agro-Technopreneurship sebagai kemampuan mengelola pertanian dengan baik melalui pemanfaatan teknologi serta mengutamakan inovasi dalam mengembangkan bisnis. Okta juga menuturkan bahwa terdapat potensi besar minyak Nyamplung terutama untuk bidang industri farmasi.

“Cangkang Nyamplung bisa menjadi briket, pakan ternak, resin dll, sedangkan bijinya dapat digunakan untuk bahan kosmetik, resin, minyak dan farmakologi. Kandungan spesial pyranocoumarins nya bermanfaat sebagai kekebalan tubuh, antioksidan, analgesic, antivirus, anti bakteri, anti peradangan, anti kanker dan anti HIV, selain itu biji Nyamplung juga bisa menjadi bahan bioenergi, biofuel atau biodiesel dengan rendemen minyak dapat mencapai lebih dari 50%,” katanya.

Pada kesempatan yang sama narasumber di bidang usaha pengolahan biji Nyamplung dan juga pengusaha kecil lokal pengusaha Nyamplung dari perusahaan KUB Ramah Organic Product di Purworejo, Gunanto menayampaikan bahwa peluang mengolah biji Nyamplung dilirik olehnya karena banyak pengusaha mencari minyak Nyamplung. Selain itu dirinya melihat kemampuan petani hutan yang terbatas untuk menjual biji Nyamplung yang ada di hutan sehingga biji yang dikumpulkan petani hutan dibeli olehnya untuk kemudian diolah sendiri menjadi minyak Nyamplung hingga proses pengemasan produk.

“Belajar secara otodidak dan melihat proses pengolahannya yang cukup mudah bahkan bisa dikerjakan dirumah, usaha minyak Nyamplung ini mulai saya tekuni sejak tahun 2019 dengan nama produk tamanu oil,” pungkasnya. (Kom-PHT/Kds/Ken)

Editor : Ywn
Copyright©2021