JAKARTA—Industri hasil kehutanan disebut-sebut sebagai industri yang nyaris tenggelam. Kenyataannya, kawasan Eropa tetap menjadi pasar yang potensial untuk eksportasi produk hasil kehutanan.

Bagaimana strategi Perum Perhutani selaku BUMN sektor kehutanan untuk memanfaatkan peluang di Benua Biru? Bisnis mewawancarai Direktur Umum Perum Perhutani Bambang Sukmananto seusai kunjungannya ke Eropa, baru-baru ini.

Berikut petikannya:

Apa saja yang dijajaki Perhutani di Eropa? 

Di Swedia kami tandatangan MoU perdagangan kayu dari petani skala kecil di Jawa. Itu sebetulnya merupakan tindak lanjut dari kerja sama yang dulu tidak berjalan. Kita sudah lama mengadakan kerja sama, misalnya dengan mengirim sarjana kita untuk sekolah di sana, kemudian terputus. Kemudian, momentum kemarin kebetulan sebenarnya.

MoU itu sebetulnya akan dilaksanakan di Jakarta, tidak khusus ke sana. Intinya dari kerja sama ini adalah Swedia ingin membantu industri rakyat, industri kayu. Kalau langsung ke rakyat itu kan susah.

Bagaimana pemasarannya? 

Nah, di sini Perhutani diikutkan. Nanti Perhutani ikut membina industri kayu rakyat, tapi mengenai mesin, desain dan lain-lain itu bisa bersama-sama. Perhutani membantu mengekspor ke Swedia. Arahnya nanti ke sana.

Persiapannya? 
Ini nanti penjajakan dulu, pemilihan lokasi. Nanti kalau tidak salah di Jawa Tengah, yang pasti harus masyarakat mana yang hutan rakyatnya sudah bersertifikat. Kalau tidak punya sertifikat Swedia tidak mau terima. Dengan cara ini, masyarakat dibina. Kayunya yang selama ini dijual ke tengkulak, coba dikelola, ditentukan desainnya, kemudian dipastikan pasarnya. Sebagai BUMN, Perhutani kan tugasnya tidak hanya cari profit, tetapi juga menyejahterakan masyarakat, salah satunya dengan cara ini.

Ada penjajakan khusus terkait aspek bisnis Perhutani? 

Kami jajaki pasar. Khususnya pasar-pasar yang membutuhkan kayu jati, karena tidak banyak kayu jati di sana. Swedia menginginkan kayu jati karena dianggap sangat mewah, tetapi mereka kesulitan mencari. Mereka beli dari pasar, tapi tidak tahu asal kayunya dari mana.

Swedia butuh kualitas bagus dengan jumlah tertentu. Dengan membantu rakyat ekspor ke Swedia kita juga jadi tahu pasar mereka dan mereka kenal produk kita.

Kalau bisa masuk ke pasar-pasar yang mewah itu, walaupun jumlah nya sedikit, tetapi kalau nilainya tinggi, kenapa tidak?

Apa selama ini Perhutani ekspor langsung ke Swedia? 

Belum. Saya sih menduga kayu mereka dari Myanmar. Myanmar itu kayu jatinya jati alam bukan budi daya, tidak bersertifikat, jadi lebih murah. Swedia ingin kayu jati yang punya sertifikat seperti perhutani, makanya kami diajak ketemu.

Ekonomi Eopa masih lesu mengapa Perhutani justru jajaki peluang di sana? 

Swedia punya pasar mewah dan kita harap pasarnya kontinu. Menurut saya lebih bagus begitu jadi tidak bergantung pada fluktuasi ekonomi global.

Persiapan Perhutani sendiri? 

Nah, ada peluang, tergantung Perhutani siap atau tidak. Oleh karena itu saya harus benahi industri di dalam Perhutani sendiri. Selama ini mungkin belum optimal, masih jauh dari swasta, tetapi sudah ada kenaikan kualitas, SDM, akurasi, transparansi. Kalau ini tidak dibenahi Perhutani akan kedodoran memenuhi tuntutan pasar global.
Selain Eropa, apa ada rencana penjajakan pasar lain di Eropa? 

Di Ukraina kami ada pameran di sana, yang mengadakan duta besarnya. Pasarnya juga luar biasa. Belanda kan rewel, tuntutannya macam-macam, tetapi harganya murah. Sudah kita turuti semua, tapi harganya segitu-gitu juga. Lebih baik jajaki pasar baru yang daya belinya tinggi.

Sumber  : Bisnis Indonesia, Page 26

Tanggal  :  12 Juni 2013