Penggundulan hutan yang berujung pada peningkatan suhu global hingga bencana longsor, banjir, dan kekeringan masih menjadi persoalan serius yang dihadapi Indonesia.
Tingginya angka deforestasi atau kerusakan hutan di Indonesia membuat negara ini mendapat julukan sebagai negara yang gemar merusak hutan. Alhasil, pemerintah melalui Kementerian Kehutanan (Kemenhut) pun menggagas gerakan ”Satu Miliar Pohon Indonesia untuk Dunia” atau ”One Billion Indonesian Trees for the World”.
Sejatinya, melalui gerakan ini Kemenhut ingin mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebanyak 26 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan bantuan internasional hingga tahun 2020. Target lainnya adalah mengantisipasi seringnya peristiwa bencana alam (banjir, longsor, dan kekeringan) akibat berkurangnya tutupan lahan hutan hingga mengubah citra Indonesia di mata dunia sebagai negara yang gemar merusak hutan.
Program satu miliar pohon ini, menurut Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, bukanlah hal mustahil jika realisasinya tahun ini bisa melangkahi angka satu miliar. Keyakinan ini agaknya tidak berlebihan mengingat tahun lalu dengan target yang sama berhasil menanam 1,3 miliar pohon.
”Tahun ini kita optimistis penanaman bisa mencapai 1,7 miliar pohon,” ujarnya kepada Republika, Selasa (27/9).
Guna mendukung program ini, pemerintah pun telah menyiapkan anggaran mencapai Rp 3 triliun untuk penyediaan bibit. Sedangkan, asal bibitnya sudah disediakan oleh Kemenhut sebanyak 600 juta batang bibit, Perum Perhutani dan Inhutani (500 juta bibit), dan para pelaku usaha tanaman industri (600 juta bibit).
Tak sekadar membagi-bagikan bibit, melalui program ini Kemenhut ingin mengampanyekan bahwa menanam pohon adalah sebuah kewajiban. Meski dua tahun terakhir angka kerusakan hutan di Indonesia relatif berkurang dari dua juta hektare (ha) per tahun menjadi 1,08 ha per tahun, Menhut menilai kondisi Indonesia masih kritis.
”Kita harus menanam dan terus menanam,” imbuh Menhut.
Untuk gerakan menanam tahun ini, tak ada ketentuan khusus yang menjadi lokasi penanaman. Menhut mengatakan pemerintah memukul rata, dimana ada lahan kosong, di sanalah kita menanam. Namun, ia tetap menekankan pentingnya memerhatikan lahan tak terpakai (idle).
Lahan tak terpakai mendatangkan manfaat ekonomi yang tinggi daripada membiarkannya kosong bertahun-tahun. Terbukti, penanaman bibit jati di daerah Jati Unggul, Kecamatan Palian, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Tak sekadar menanam, Kemenhut pun menyiapkan metode perhitungan data yang akurat. Tujuannya agar tingkat kesuksesan penanaman terpantau. Terlebih lagi, penanaman satu miliar pohon ini juga diharapkan bisa rnemben kontribusi besar dalam mereduksi emisi gas rumah kaca (GRK).
Sekjen Kemenhut Hadi Daryanto mencontohkan, pada lahan terlantar yang hanya tumbuh alang-alang, kapasitasnya emisi GRK rata-rata hanya lima ton per ha. “Sedangkan jika ditanami pohon, angkanya mencapai belasan hingga puluhan ton per ha,” tuturnya kepada Republika, Selasa (27/9).
Gerakan penanaman pohon sangat penting dilakukan. Antara lain, karena satu pohon diketahui bisa menyerap gas C02 atau karbondioksida hingga 28 ton per tahun dan menampung air hingga 100 liter per tahun.
Menurut Menhut, penanaman pohon juga berarti bagi manusia yang rata-rata semasa hidupnya biasa menghirup udara oksigen secara gratis sebanyak 10 ton per tahun dan menggunakan air sekitar 10 liter per hari. Dengan demikian, setiap orang memiliki semcam tugas untuk menanam pohon setidaknya setara dengan usia dari orang tersebut.
Kemenhut menargetkan penanaman lebih dari 1,7 miliar pohon sepanjang 2011. Penanaman satu miliar pohon 2011 dimulai pada 1 Februari 2011 dan berakhir 31 Januari 2012.
Menhut mengatakan, pihaknya akan mengoptimalkan anggaran Rp 3 triliun itu untuk mewujudkan target, dan tidak akan mengambil anggaran tambahan dari pos anggaran lain. Bila anggaran kurang, Kemenhut akan mengajak BUMN dan pengusaha swasta bekerja sama mewujudkan target penanaman pohon.
Tak hanya dukungan korporasi, Kemenhut juga berharap peran serta pemerintah daerah dalam mewujudkan gerakan penanaman satu miliar pohon ini. Dinas Kehutanan Jawa Tengah (Dishut Jateng), misalnya, menargetkan penanaman sebanyak 100 juta pohon pada tahun ini.
Kepala Dishut Jateng, Sri Puryono, di Semarang, Selasa (27/9), mengatakan, target penanaman 100 juta pohon pada 2011 sama dengan target tahun sebelumnya yang realisasinya ternyata sanggup melampaui 100 juta pohon.
”Pada 2010 lalu, dari target 100 juta batang pohon, ternyata realisasinya mencapai 122.675.480 batang. Keberhasilan ini berkat peran serta masyarakat Jateng,” katanya seperti dikutip kantor berita Antara.
Karena itu, dia berharap realisasi penanaman pohon pada tahun ini kembali melampaui target seperti halnya realisasi tahun lalu. Bahkan, kalau bisa melampaui realisasi penanaman pohon pada 2010 mengingat di wilayah Jateng masih terdapat sekitar 600 ribu ha lahan kritis yang masih relatif potensial dan proses rehabilitasinya terus dilakukan.
Pada pelaksanaan program penanaman satu miliar pohon tahun lalu, menurut Puryono, ada tiga daerah di Jateng yang dinilai dan ditetapkan sebagai kabupaten/kota yang peduli. Ketiganya adalah Kabupaten Jepara, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Wonogiri.
Zulkifli berharap gerakan penanaman satu miliar pohon dapat menjadi solusi bagi eksploitasi hutan yang terus-menerus terjadi. Bila hutan dapat dihidupkan, produksi kayu Indonesia akan terus bertambah secara kuantitas dan kualitas sehingga dapat menyaingi industri kayu Cina.
“Penanaman satu miliar pohon juga akan memberikan pendapatan luar biasa. Akibat tu, semua lingkungan kita menjadi hijau bisa menyimpan air, menghindari tanah longsor, dan rnengurangi perubahan iklim,”kata Menhut.
Gerakan perempuan tanam pohon
Agar bisa menyamai sukses seperti tahun lalu, Menhut menyerukan kepada semua pihak agar berperan serta untuk keberhasilan penanaman. Kesuksesan program ini tidak mungkin tercapai jika hanya mengandalkan pemerintah. Secara khusus, Menhut kembali meminta dukungan dari kaum perempuan melalui Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (GPTPP).
Gerakan ini dimotori oleh tujuh organisasi perempuan, yaitu Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (Sikib), Dharma Wanita Persatuan, Aliansi Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan (APPB), dan Korps Wanita Indonesia (Kowani). Berikutnya, Dharma Pertiwi, Bhayangkari, dan Tim Penggerak PKK.
Pada 2007, gerakan perempuan menamam bahkan melebihi target. Dari sepuluh juta bibit pohon, GPTPP ini berhasil menanam lebih dari 14 juta bibit.
Keberhasilan inilah yang kemudian mendorong Ibu Negara Ani Bambang Yudhoyono bersama Sikib rnencanangkan program ”Satu Pohon untuk Satu Kelahiran”, ditandai dengan kelahiran cucu pertamanya pada 2008.
Pada 2010, GPTPP melakukan penanaman pohon khusus ekositem pantai dan mangrove. Jenis-jenis pohon yang mereka tanam seperti Rhizopora, Avicenia, Bruguera, Ketapang, dan Cemara laut.
Selain dari GPTPP, bantuan dari pihak lainnya bahkan telah menghasilkan kebun bibit rakyat (KBR) yang tersebar di 23 provinsi. Kebun tersebut dikelola oleh kelompok tani.
Setiap kelompok tani mendapatkan bantuan sebesar Rp 50 juta. Berikutnya pengelolaan kawasan konservasi dengan dukungan lahan persemaian. Contoh lokasinya terdapat di Cimanggis dan Rumpin, Bogor.
Gerakan penanaman dan pemeliharaan pohon akan mencapai puncaknya pada 28 November 2011 nanti. Kegiatan seperti ini, lanjut Menhut, harus terus disuarakan secara kontinyu dari tahun ke tahun pada masa tanam. Sehingga, rakyat Indonesia dalam masa 5-10 tahun mendatang akan menikmati hijaunya bumi Indonesia.
Nama Media : REPUBLIKA
Tanggal : Rabu, 28 September 2011, Hal. 14
Penulis : Nidia Zuraya
TONE : POSITIVE