Kita membutuhkan sekitar 13 miliar pohon yang sudah harus ditanam lima tahun sebelum 2020. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono mencangankan program penanaman satu miliar pohon pada tahun ini. Ambisi tersebut merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk menurunkan 26 persen emisi gas karbon pada tahun 2020.
Hal itu diamanatkan dalam Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim yang diselenggarakan di Copenhagen, Denmark, beberapa waktu lalu. Konferensi yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa ini menuntut pengurangan emisi karbon dunia sebesar 25″hingga 40 persen.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melalui Kementerian Kehutanan mengajak masyarakat dan instansi swasta untuk berpartisipasi. Tak heran jika Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasaan kemudian aktif berkeliling untuk melakukan penanaman pohon.
Menhut menjelaskan, upaya penanaman pohon harus selalu melibatkan tiga pihak. Yakni, pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha. “Saat ini menhut punya program berbeda. Menhut tidak boleh lagi menebang pohon, mengeluarkan izin untuk menebang hutan primer, atau mengkonversi lahan gambut. Kerjaan menhut sekarang hanya menanam pohon,” ujarnya, di Lido, Sukabumi, beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, dari target satu miliar pohon yang dicanangkan hingga Januari 2011, pemerintah telah berhasil menanam lebih dari 600 juta bibit di seluruh Indonesia. Saat ini, lanjutnya, Kementrian Kehutanan masih memiliki 400 juta bibit dan ada sekitar 200 juta bibit yang berasal dari pihak swasta. Berarti, masih ada 700 juta bibit yang siap ditanam.
Pemerintah juga telah membangun delapan ribu kebun bibit rakyat yang akan ditingkatkan menjadi 10 ribu pada tahun depan. Adapun anggaran dana yang disiapkan untuk program tanam pohon sekitar dua triliun rupiah.
Menurutnya, pohon memiliki banyak manfaat bagi kehidupan. Salah satunya adalah sebagai sumber oksigen. Ia mencontohkan, setiap satu orang membutuhkan 10 ton oksigen untuk bernafas selama setahun. Makanya, ia mengajak masyarakat agar mau menanam pohon satu bulan satu pohon.
Senada dengan menhut. Direktur Humas PT Djarum, Suwarno M Serad menjelaskan, proses penghijauan berpacu dengan waktu. Pasalnya, proses perusakan lingkungan berjalan sangat cepat. Ia mencontohkan, pada tahun 1990, tingkat emisi di Indonesia hanya 100 juta ton. Pada tahun ini, angka tersebut berubah drastis menjadi 350 juta ton.
Tahun 2020, emisi karbon Indonesia diperkirakan akan mencapai 475 juta ton. “Untuk itu, kita membutuhkan sektiar 13 miliar pohon yang sudah harus ditanam lima tahun sebelum 2020. Makanya, menanam pohon adalah sebuah keharusan.” paparnya. Karenanya, Djarum bekerja sama dengan Korem Suryakencana Bogor menargetkan untuk dapat menanam 500 ribu pohon trembesi di Jawa Barat hingga akhir tahun 2011. Target ini meliputi tiga daerah, Kota Bogor-Kabupaten Bogor, Kota-Kabupaten Sukabumi, dan Kota-Kabupaten Cianjur.
Langkah ini telah terealisasi melalui program Djarum Trees For Life (DTFL) tahap kedua yang telah berhasil menanam 37.500 pohon trembesi di Lido, Bogor, Jawa Barat bersama menhut. Kemudian dilanjutkan dengan program penanaman dan perawatan 11.500 bibit pohon trembesi di daerah Salabintana, Sukabumi, Jawa Barat.
Pada DTFL tahap pertama, Djarum telah menanam 2.767 pohon trembesi di sepanjang 59 kilometer ruas jalan Semarang-Kudus Jawa Tengah, Februari hingga Mei 2010. Dengan begitu, pada tahun 2010 DTFL, telah sukses menanam lebih dari 50 ribu pohon trembesi di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Pohon trembesi dinilai memiliki kemampuan menakjubkan untuk menyerap karbondioksida (C02). Dari hasil penelitian Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Endes N Dahlan terbukti kalau pohon trembesi merupakan suatu terobosan untuk mengatasi pemanasan global. Alasannya, selain berfungsi sebagai tanaman peneduh, tanaman ini juga memiliki fungsi menyerap gas C02 yang tinggi.
Berdasarkan penelitiannya diketahui, satu batang pohon trembesi dewasa dengan diameter tajuk 15 meter mampu menyerap gas C02 sebanyak 28.488.39 kilogram per tahun. Makanya, penanaman pohon jenis inisecara luas dapat menurunkan konsentrasi gas C02 dengan efektif dalam waktu yang lebih singkat.
Untuk membuktikan hal itu, Endes telah meriset 43 pohon yang umum dimanfaatkan sebagai tanaman penghijauan. Hasilnya, pohon ki hujan atau trembesi terbukti paling banyak menyerap C02 dan memiliki kemampuan menyerap air tanah yang kuat. Makanya, menanam trembesi di banyak tempat dalamjumlah banyak di Indonesia akan sangat besar manfaatnya.
Komandan Korem 061 Suryakencana Bogor, Kolonel Inf Doni Monardo mengatakan, perubahan iklim sudah di depan mata, tidak lagi sekadar isu. Ia mengaku telah menjalin kerja sama dengan 43 pondok pesantren di tiga kabupaten di Jawa Barat dan berhasil menanam 37.143 bibit trembesi.
“Kita selalu menekankan kerja sama antarlini untuk penanaman pohon. Seperti yang kita lakukan dengan Djarum. Setiap pohon trembesi yang ditanam masyarakat, akan diganti Rp 5 ribu oleh Djarum. Dengan begitu, masyarakat dapat memiliki nilai tambah untuk menanam pohon,” ujarnya.
Upaya penanaman pohon juga dilakukan GE dengan mengajak relawan untuk menanam 6.500 pohon bakau di area Tanian Nasional Ujung Kulon, belum lama ini. Kegiatan ini merupakan gerakan hijau tahunan GE Ecommunity yang tahun ini ditujukan untuk mendukung Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara untuk menjawab masalah lingkungan hidup yang dihadapi Indonesia. Khususnya pemanasanglobal dan perubahan iklim.
“GE memusatkan segenap keahliannya untuk menciptakan produk yang berperan menjawab tantangan lingkungan. Seperti mesin pesawat serta lokomotif ramah lingkungan, pembangkitan energi yang menggunakan sumber daya terbarukan semisal angin dan matahari. Kami pun senantiasa menekan emisi yang dikeluarkan,” kata Country Executive GE Energy, Widhyawan Prawiraatmaja.
Ia menjelaskan, daerah pesisir sangatlah penting bagi Indonesia, yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Ekosistem perairan pesisir khususnya hutan bakau berperan sebagai daerah penyangga yang melindungi pantai dari intrusi, abrasi dan juga menjadi penyaring (filter) berbagai limbah dari kawasan pantai sekitarnya. Selain itu perairan hutan bakau juga merupakan tempat mencari makan berbagai jenis ikan dan hewan air, sehingga hutan bakau mempunyai peran sangat penting bagi keberlanjutan perikanan.
Saat ini sumber daya pesisir dan laut mengalami degradasi akibat perilaku pemanfaatan yang bersifat merusak dan tidak mempertimbangkan aspek konservasi. Makanya, masyarakat berperan penting untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya pesisir dan laut.
Kegiatan menanam bakau ini dilaksanakan GE bekerja sama dengan Taman Nasional Ujung Kulon dan Komunikasi Peduli Alam Indonesia (KPAI). “Program penanaman pohon di daerah diharapkan menyesuaikan dan mengunggulkan tanaman lokal, sehingga kita mengenal dan mencintai puspa dan satwa Indonesia, sejalan dengan program Hah Cinta Puspa dan Satwa Nasional.” ujar Ketua KPAI Aulia E
Nama Media : REPUBLIKA
Tanggal : Senin, 13 Desember 2010
Penulis : Mansyur Faqih