TRIBUNNEWS.COM (07/05/2022) | Bau bunga kopi menyapa indra penciuman saat SURYA menempati kursi di dekat jendela Cafe Mrawan, Jumat (6/5/2022) siang. Angin sejuk juga menyapa. Tak lama berselang, deru laju kereta api terdengar.

“Sekitar 200 meter ke belakang, lewat jalan setapak samping kafe ini kan terowongan (KA). Terowongan yang pendek,” tutur Hari Pranggono, pengelola Pesanggrahan Bukit Mrawan Cafe & Resto kepada SURYA.

Pesanggrahan Bukit Mrawan Cafe & Resto merupakan nama resmi tempat yang berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Silo Jember tersebut. Namun tempat usaha itu juga kerap disebut Cafe Mrawan.

Cafe Mrawan kini bisa menjadi alternatif wisata kuliner, sekaligus tempat nongkrong di Jember. Tidak hanya itu, di masa arus balik Lebaran Idul Fitri 2022 seperti saat ini, tempat itu juga bisa menjadi alternatif beristirahat bagi para pemudik.

Sebab lokasinya berada tepat di tepi jalur nasional Gunung Gumitir, yang menghubungkan Jawa – Bali, atau Banyuwangi – Jember. Jalur yang selalu dilewati pengendara 24 jam non-stop.

Pengendara dari arah Banyuwangi atau Bali, bisa langsung berbelok ke jalan masuk kafe tersebut. Sedangkan dari arah Jember atau Surabaya, pengendara disarankan tidak berbelok langsung ke kanan atau ke arah kafe, namun memutar di pintu masuk tower TVRI.

Karena memang jalan masuk kafe itu berada tepat di jalur berkelok Gunung Gumitir. Namun ketika Anda masuk ke area kafe dan resto, mata akan dijamu dengan bangunan heritage yang dibangun di tahun 1942, atau sebelum masa kemerdekaan RI.

Tempat itu dikenal dengan nama Pesanggrahan, atau sebuah tempat beristirahat. “Vila lah kalau sebutan jaman sekarang,” imbuh Komo, panggilan akrab Hari Pranggono.

Pesanggrahan itu dibangun di era tumbuhnya perkebunan di Kabupaten Jember. Kini tempat itu secara resmi menjadi aset Perhutani. Hingga akhirnya di penghujung Januari 2022, tempat itu dikembangkan menjadi kafe dan resto, setelah bertahun-tahun tidak dimanfaatkan.

Iklan untuk Anda: Ular boa Menyerang seekor jaguarundi! Hal Terjadi Selanjutnya Mengejutkan Semua
Advertisement by
Ruangan dalam di bangunan itu tidak lagi berbentuk vila yang terdiri dari kamar-kamar atau ruang tamu. Namun kerangka bangunan masih asli seperti awal bangunan itu berdiri.

Pintu kayu dan kaca yang lebar, di depan, belakang, samping kanan dan kiri, masih pintu lawas yang tetap terawat. Begitu juga dengan jendela panjang dan lebar yang menjadi ciri khas bangunan di era kolonial Belanda.

Kini area dalam bangunan los ditempati meja dan kursi untuk kafe dan resto. Sebuah pantri bundar di tengah ruangan akan terlihat oleh pengunjung yang masuk lewat empat pintu di bangunan tersebut.

Resto dan kafe itu sejuk karena berada di perbukitan. Bagi Anda yang lelah berkendara, secangkir kopi atau teh hangat, bisa menjadi pilihan. Tentunya ada kudapan yang bisa menemani sambil merasakan sepoi angin, dan membau harumnya bunga kopi.

“Sekitar sini memang perkebunan kopi. Sebentar lagi panen raya. Karenanya kami menyediakan (kopi) robusta asli dari Silo. Karena memang kopi jenis Robusta dari Silo ini kualitasnya bagus, dan rasanya juga tidak kalah,” tegas Komo.

Menu ‘chinese food’ juga ‘western’ bisa menjadi pilihan bagi pengunjung yang lapar berat. Komo mengakui tempat usaha yang dikembangkan bersama beberapa rekan kerjanya itu, saat ini masih dalam tahap pengembangan. Termasuk dalam hal menu.

“Untuk menu, kami masih terus eksplor. Rencana ke depan, kami akan menyediakan menu yang bahan bakunya ada di Sidomulyo. Sebab kami juga ingin mengangkat komoditas yang ada di Sidomulyo ini. Satu di antaranya pakis. Tanaman hasil hutan berupa pakis ini sangat melimpah di sini,” katanya.

Nantinya pakis akan menjadi menu di tempat itu. Pihak resto dan kafe tersebut juga sedang menjajaki penyediaan daging kambing oleh peternak kambing Sidomulyo.

Selain dari sisi menu, Cafe Mrawan juga bisa menjadi alternatif wisata. Terowongan KA jalur Mrawan bisa menjadi alternatif eduwisata. Karena terowongan itu juga dibangun di era Belanda. “Kami juga akan mengembangkan eduwisata. Kami akan mengembangkan resort, juga glamping (glamorous camping),” pungkas Komo.

Sumber : tribunnews.com

Tanggal : 7 Mei 2022