KEDU UTARA, PERHUTANI (12/08/2022) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara bersama dengan PT. SGS Qualifor Indonesia melakukan Audit Surveillance Forest Stewardship Council (FSC) Controlled Wood III selama dua hari pada tanggal 10 sampai 11 Agustus 2022 di wilayah KPH Kedu Utara, Rabu (10/08).

Audit surveillance ini bertujuan untuk memeriksa atau mengaudit Perhutani dalam pemenuhan standar pengelolaan hutan lestari yang ditetapkan FSC, yang terdiri dari tiga aspek yaitu aspek lingkungan, aspek produksi dan aspek sosial secara audit dokumen dan audit lapangan. Kegiatan audit didampingi langsung oleh tim Perhutani Direksi Jakarta, Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah dan Perencanaan Hutan Wilayah (PHW) 2 Yogyakarta.

KPH Kedu Utara menjadi salah satu KPH sampling yang diaudit, selain KPH Balapulang, KPH Kedu Selatan, KPH Jember, KPH Blitar, KPH Bogor, dan KPH Sukabumi. Hasil audit ini nanti akan diumumkan pada acara closing meeting setelah semua KPH sampling selesai di audit.

Administratur KPH Kedu Utara, Damanhuri menyatakan bahwa dari hasil kegiatan audit surveillance ini dapat diketahui implementasi serta konsistensi pengelolaan sumberdaya hutan khususnya di wilayah Perhutani KPH Kedu Utara.

“KPH Kedu Utara berkomitmen melakukan perbaikan terus-menerus untuk konsisten dalam penerapan sistem manajemen, kualitas kerja dan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dengan harapan dapat mempertahankan predikat sebagai salah satu unit manajemen KPH Pengelola Hutan Lestari di Perhutani,” tegasnya.

Sementara Leader Head Auditor, Zainal Abidin mengatakan bahwa ada lima kriteria yang harus dipatuhi oleh Perhutani KPH Kedu Utara. “Pertama mengenai sirkulasi penjualan kayu yang harus diketahui asal usulnya atau tidak diperkenankan melakukan penebangan pohon secara ilegal (illegal logging). Kedua, tidak diperkenankan menebang pohon di daerah konflik yang belum terselesaikan masalahnya atau melanggar hak-hak sipil atau tradisional. Ketiga, tidak merusak pada areal kawasan hutan dengan konservasi tinggi baik hutan primer maupun hutan sekunder. Keempat, tidak mengkonvensi hutan alam dan kelima tidak mengelola hutan dengan tanaman rekayasa genetik,” jelasnya.

“Kami akan memverifikasi dokumen, administrasi dan kondisi fisik lapangan. Apabila ditemukan kekurangan minor maupun mayor maka dalam waktu 3 bulan kedepan perusahaan harus memenuhi kekurangan tersebut,” ungkap Zainal.

Selain pemegang sertifikat mandatory Pengelola Hutan Lestari, Perum Perhutani adalah salah satu perusahaan perhutanan di dunia pemegang sertifikat voluntary berstandar internasional FSC. (Kom-PHT/Kdu/Atn)

Editor : Aas

Copyright©2022