BANDUNG, PERHUTANI (20/08/2021) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung Selatan bersama Direktorat Usaha Jasling dan HHBK Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengadakan rembug bersama mengenai evaluasi pariwisata dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dikelola Perhutani KPH Bandung Selatan, bertempat di aula kantor Perhutani KPH Bandung Selatan pada Rabu (18/08).

Kegiatan tersebut dihadiri Administratur KPH Bandung Selatan, Edrian Sunardi beserta jajaran dan perwakilan Direktorat Usaha Jasling dan HHBK Ditjen PHPL Kementerian LHK dihadiri Kepala Seksi Penilaian Kinerja Usaha 1 Untung Satrio, Kepala Seksi Penilaian Kinerja Usaha 2 Aih Solih, Analis Data, Kurnia Sylvi Widiatmi dan Desi Melianti.

Dalam sambutannya Edrian Sunardi mengatakan bahwa penyebaran pandemi Covid-19 telah menjadi kendala pariwisata dan harus disikapi karena telah mengimbas pada Wisata Sasaka Patengan Ciwidey, termasuk oleh-oleh dari pariwisata lokal yaitu kopi.

Usai kunjungan lapangan secara bersama-sama ke Ciwidey, Untung Satrio menanggapi terkait Usaha Jasa Lingkungan dan Wisata Alam bahwa dalam pengelola hutan di Wisata Rintisan Hutan Ceria dapat terus mengembangkan wahana yang menarik, karena Jasa wisata yang dapat menarik pengunjung harus bersifat dinamis dan terus menciptakan kreasi. Selain itu diperlukan strategi pengembangan dimasa pandemi covid ini agar usaha wisata terus dapat bertahan dan masyarakat tidak terpuruk perekonomiannya, contoh pengembangan Forest Healing dan wisata virtual bisa menjadi alternatif.

“Perlu integrasi peningkatan pariwisata alam dengan mengangkat dan mengedukasi produk Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) lokal berupa kopi dan pengembangan desa wisata dengan mengangkat kearifan lokal masyarakat setempat,” ujarnya lebih lanjut.

Sementara untuk HHBK, Untung satrio menambahkan bahwa pihak Perhutani KPH Bandung Selatan agar dapat hadir dalam peningkatan ekonomi masyarakat pada program kemitraan agroforestry kopi, tidak hanya menjadi penyedia lahan tapi bisa lebih dari itu menjadi off taker kopi sebagai fasilitator stabilisasi pemasaran kopi dan mendorong mitra Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dapat menjual kopi olahan dengan harga lebih bernilai.

“Pihak Perhutani agar dapat menjadi fasilitator untuk peningkatan kapasitas kelola HHBK kopi dengan berkoordinasi dengan para pihak, menyelenggarakan workshop pengolahan kopi dan sebagainya. Menjadikan kopi yang tumbuh di areal KPH Bandung Selatan dapat menjadi primadona kopi Jawa Barat, dengan menjalin komunikasi pengembangan kopi lokal dengan Pemerintah Daerah,” ujarnya lebih lanjut. (Kom-PHT Bds/Yans)

Editor : Ywn

Copyright©2021