REPUBLIKA, JAKARTA (16/6/2016) | Pemerintah melibatkan kelompok usaha besar dalam pengembangan Toko Tani Indonesia (TTI). Toko ini bakal dibangun di seluruh Indonesia untuk memangkas rantai distribusi pangan agar tak terjadi lonjakan harga.
Terdapat Charoen Pokphan, perusahaan besar berbasis di Thailand yang bergerak di industri pakan ternak, pertanian, serta daging ayam dan sapi. Selain itu. Japfa Comfeed, perusahaan peternakan yang dimiliki keluarga konglomerat Santosa.

Ada pula Artha Graha Peduli yang berafiliasi kepada kelompok usaha Artha Graha yang dimiliki pengusaha Tomy Winata, perusahaan transportasi dan perdagangan PT Fajar Mulia Transindo, serta Asosiasi Minyak Goreng Indonesia.
Mentan Amran Sulaiman menyatakan. TTI merupakan solusi permanen untuk memotong rantai distribusi pangan. “Kita potong rantai pasokan yang panjang. Tadinya sembilan titik, dipotong jadi tiga,” katanya saat meresmikan Gedung TTI Centre di Jakarta, Rabu (15/6).
Nantinya, TTI Centre me-masok komoditas pangan ke cabang TTI yang tersebar di seluruh Indonesia. Ia menambahkan, selain bermitra dengan swasta, TTI menggandeng koperasi, PT Pos, dan PT Perhutani untuk memperlancar aliran ba-han pokok.
Komoditas yang tersedia di TTI Centre, di antaranya, daging sapi beku sebanyak delapan ton, daging sapi segar 1,5 ton, serta 120 sapi hidup binaan Artha Graha Peduli yang akan disebarluaskan melalui TTI.
Selain itu, bawang putih 250 (kilogram) kg, bawang merah tujuh ton dari Garut, Nganjuk, dan Bima, gula pasir dua ton, beras tiga ton, daging ayam dua ton, minyak goreng seribu liter, dan cabai merah 46 kg.
Hargajual daging sapi Rp75 ribu per kg, gula pasir Rp 12 ribu, beras Rp 7.900 per kg, dan daging ayam Rp 30 ribu per ekor. Kemudian, untuk bawang merah dijual seharga Rp 23 ribu per kg, cabai Rp 16 ribu, minyak goreng Rp 9.500 per liter, dan bawang putih Rp 22 ribu per kg.
Kemarin, konsumen memadati Gedung TTI Centre. Mereka datang dengan beragam cara, dari mulai berjalan kaki, kendaraan umum maupun pribadi.
Areal parkir gedung tampak dipenuhi mobil-mobil dan motor konsumen yang parkir. “Senang-lah, ada pasar ini, kapan lagi ada jualan hanan pangan murah,” kata seorang pengunjung pasar yang merupakan warga Tanjung
Ia mengetahui keberadaan TTI dari grup Whatsapp komunitas ibu rumah tangga. Penasaran, ia pun mendatangi toko dan berniat membeli 20 kg gula. Ia memperhatikan, TTI semacam kampanye Artha Graha yang merupakan orang di belakang Presiden Joko Widodo.
Namun, ia tak peduli, yang penting dapat harga pangan murah guna memenuhi dua lemari pendinginnya di rumah.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menyebut, pelaksanaan TTI baik asalkan merangkul para pedagang di pasar tradisional.
Pedagang selalu terbuka ketika ada tawaran kerja sama menurunkan harga pangan sesuai keinginan pemerintah.
Namun, ketika pedagang ingin mengambil barang dari pabrik agar bisa dijual dengan harga sesuai keinginan pemerintah, pihak pabrik tidak bisa memberikannya karena harus mempertimbangkan margin harga produksi dan hargajual.
“Kita ingin beli dari pabrikan, gula agar bisa dijual dengan harga Rp 12 ribu per kg, tapi kita dikasihnya gula pasir dengan harga beli biasa,” ujar Ngadiran. Ia menduga, harga pangan di TTI bisa di bawah harga pasar karena subsidi dari dana CSR perusahaan. Karena itu, ia yakin harga murah hanya sementara.
Tanggal  : 16 Juni 2016
Sumber  : Republika