KENDAL, PERHUTANI (23/06/2025) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kendal melaksanakan kegiatan penebangan kayu jati kering di Petak 77, wilayah Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Banyuputih, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Plelen, pada Senin (23/06). Kegiatan ini juga dimanfaatkan untuk memberikan edukasi langsung kepada mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Universitas Jambi terkait pedoman pemotongan batang kayu atau bucking policy, guna memperoleh potongan kayu berkualitas dan bernilai ekonomis tinggi.
Wakil Administratur KPH Kendal, Dwi Anggoro Kasih, menjelaskan bahwa penebangan dilakukan pada pohon jati kering atau yang biasa disebut tebangan AII. Sebelumnya, pohon telah melalui proses teresan, yaitu pematian pohon secara alami agar kayunya kering, yang dilakukan dua tahun sebelum penebangan setelah Surat Perintah Kerja (SPK) diterbitkan.
“Pohon jati memiliki bentuk batang yang unik dan tidak sepenuhnya silindris. Oleh karena itu, bucking policy atau pedoman pemotongan sangat penting. Kejelian mandor tebang dibutuhkan untuk menghasilkan potongan kayu yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan pasar,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam proses penebangan. “Seluruh pekerja wajib menggunakan alat keselamatan kerja, seperti helm pelindung kepala, sebagai langkah pencegahan terhadap kecelakaan kerja di lapangan,” imbuhnya.
Sementara itu, Penguji Tingkat I KPH Kendal, Suhariyoto, menambahkan bahwa kayu jati hasil tebangan diklasifikasikan ke dalam tiga jenis sortimen berdasarkan diameter kayunya. “Sortimen AI berisi potongan dengan diameter di bawah 20 cm, Sortimen AII untuk diameter antara 20–29 cm, dan Sortimen AIII untuk diameter di atas 30 cm,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan bahwa proses penebangan dimulai dengan menentukan arah rebah pohon melalui pembuatan takik rebah. Setelah pohon roboh, mandor tebang melakukan proses bucking untuk menentukan panjang potongan kayu yang akan dihasilkan. Hasil potongan kemudian diukur diameter dan panjangnya untuk keperluan administrasi, agar dapat diketahui volume atau kubikasi kayu dari setiap pohon.
Salah satu mahasiswa Universitas Jambi, Arifudin, mengungkapkan rasa antusiasnya dapat terlibat langsung dalam kegiatan tersebut. “Ini merupakan pengalaman pertama sekaligus pembelajaran yang sangat berharga bagi kami dalam mengenal pengelolaan hutan, khususnya produksi kayu jati,” ungkapnya. (Kom-PHT/Knd/Bkt)
Editor: Tri
Copyright © 2025