PIKIRAN-RAKYAT.COM (14/07/2025) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Majalengka mengajak masyarakat Desa Cupang, Kecamatan Gempol, Kabupaten Cirebon, untuk bekerjasama pemanfaatan hutan sesuai ketentuan yang berlaku di Perum Perhutani.

Hal tersebut disampaikan Wakil Administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Majalengka Tetty Sriwahyuni didampingi Asisten Perhutani BKPH Ciwaringin Rahmat dan KSS Hukum Kepatuhan Agraria dan Komunikasi Perusahaan Dedeng Asuha menyikapi aksi yang disampaikan para pekerja tambang di Desa Cupang, Cirebon yang kini ditutup sehingga mereka menyebutkan dengan penutupan tersebut kehilangan pencaharian.

“Para pekerja tambang dan keluarganya kemarin ketika berdialog meminta adanya solusi jangka pendek dan jangka panjang dari pemerintah, setelah mereka mengaku lehilangan pekerjaan atau pencaharian untuk membiayai kehidupan keluarganya,” ungkap Tetty Sriwahyuni, Senin (14/7/2025).

Dijelaskan Tetty Sriwahyuni, sebetulnya pada kawasan tambang yang ditutup masuk ke dalam Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus, dan segala urusan perizinan menjadi kewenangan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan). Dulunya di lokasi tersebut sebetulnya telah dilakukan penanaman tumpangsari dengan jenis tanaman jati yang dikerjasamakan dengan Korea dengan jangka waktu sekitar 20 tahun.

“Pada prinsipnya, kami Perhutani menyambut baik dan terbuka kepada siapapun yang ingin melakukan kerjasama pemanfaatan hutan sesuai ketentuan yang berlaku di Perum Perhutani. Misalnya kerjasama tanaman Agroforestry melalui skema Kerjasama Kemitraan Perhutani, Kerjasama Kemitraan Perhutani Produktif atau secara bisnis to bisnis,” ungkap Tetty Sriwahyuni.

Disampaikan Tetty, akhir pekan kemarin pihaknya telah melakukan pertemuan dengan masyarakat Cupang yang dipimpin Wakil Bupati Cirebon Agus Kurniawan Budiman, serta melibatkan sejumlah pihak, yaitu ESDM, Forkopimda Kabupaten Cirebon, Forkopimcam Gempol, Kepolisian, CV. An-Nakhl serta Kepala Desa Cupang perwakilan masyarakat dan elemen lainnya terkait penutupan tambang di Desa Cupang.

Penutupan tambang sendirin merujuk pada Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2025 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan. Aturan ini mempertegas perlindungan kawasan hutan dari kegiatan eksploitasi tanpa izin yang sah. Penutupan ini terkait aspek hukum dan konservasi lingkungan. Kawasan hutan harus dijaga sesuai peruntukannya.

Wakil Bupati Cirebon sendiri menyampaikan ada dua pendekatan untuk masyarakat yang sebelumnya menjadi pekerja tambang, Untuk jangka pendek masyarakat diminta memanfaatkan hutan produksi melalui mekanisme tumpang sari atau tanaman cepat panen. Mekanisme ini akan difasilitasi melalui koordinasi LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) bersama Perhutani. Sementara solusi jangka panjang, kawasan hutan diusulkan bisa dikembangkan menjadi zona pariwisata berbasis alam dan konservasi, agar tetap memberi manfaat ekonomi bagi warga sekitar.

“Intinya, belum bisa dibuka karena sudah ada police line. Pemda akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Pemprov Jabar dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” ujar Agus.

Perwakilan warga, Eko Lana, menuturkan bahwa sebelum tahun 2014, program tumpang sari berjalan baik. Dari hasil panen pohon petai dan nangka, masyarakat memperoleh penghasilan harian yang mencukupi.

“Dulu panen petai bisa 1.000 buah, nangka setiap hari ada. Tapi sejak 2014, saat ada program penanaman jati, masyarakat terkunci tidak bisa lagi mengelola lahan,” katanya. Ia berharap pemerintah mengembalikan akses masyarakat untuk bercocok tanam di sekitar kawasan Perhutani.

Sumber : pikiran-rakyat.com