Sebanyak 92.000 hektare (ha) hutan di bawah pengelolaan Perum Perhutani masih berpotensi konflik. Kasus tenurial masih sering terjadi di lahan milik Perhutani di sejumlah kabupaten di Pulau Jawa, antara lain Cilacap, Boyolali, Blitar, Malang, Lumajang, Bondowoso, Jember, Banyuwangi, Bogor, Majalengka, Indramayu, dan Rangkasbitung.

Dirut Perum Perhutani Bambang Sukmananto mengakui, kecenderungan konflik akan terus ada jika perusahaan mengabaikan keberadaan masyarakat sekitar hutan. Dia memaparkan, dari 2,4 juta ha hutan yang men jadi tanggung jawab Perhutani, 92.000 ha masih ada konflik, tapi kini penanganannya berjalan baik lewat program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

“Kerja sama lewat PHBM sudah berhasil dan tidak ada keberatan masyarakat sekitar hutan. Di sekitar hutan pasti masyarakatnya tidak komplain, bahkan ikut menjaga lingkungan dan kelestarian hutan. Rakyat yang di luar itu biasanya yang sering ribut,” ujar Bambang, seusai meneken perjanjian kerja sama dengan Kejaksaan Agung, di Jakarta, Selasa (12/6).

PHBM Perhutani, ungkapnya, menyerap 600.000 tenaga kerja langsung dan jutaan lainnya yang tidak langsung. Menurutnya, optimalisasi PHBM di sekitar hutan sekaligus penyadaran kepada masyarakat menekan gangguan keamanan di kawasan hutan. Sejak tahun 2001, paparnya, nilai PHBM dari kayu dan non kayu yang dibagikan kepada rakyat mencapai Rp 20,8 miliar. [S-26]

SUARA PEMBARUAN:: 13 Juni 2012 Hal. 11