Pemerintah akhirnya membatalkan program sewa lahan pertanian yang sedianya masuk ke Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K). Adapun realisasi program yang melibatkan 10 BUMN itu ternyata molor dari jadwal semula, yaitu awal Juni ini.
“Kita tidak jadi menerapkan sewa lahan karena terlalu rumit,” ujar Menteri BUMN Mustafa Abubakar di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, para petani lebih menyukai skema bagi hasil, alias bayar panen. Skema itu dianggap lebih adil, juga lebih sederhana. Dalam skema itu, petani yang memilih bayar panen akan mendapat seluruh kebutuhan saprodi (sarana produksi) dalam bentuk natura dan mengembalikannya dalam bentuk hasil panen.
Dalam program itu, sejumlah BUMN akan menggarap lahan seluas 570 ribu hektare (ha). Upaya itu diharapkan dapat menghasilkan 3,750 juta ton beras dengan asumsi tingkat produksi 6,5 juta ton gabah kering giling per ha.
Sejumlah BUMN yang terlibat antara lain PT Pertani, PT Sang Hyang Seri, PT Pupuk Sriwidjaja, Perum Jasa Tirta I dan II, Perum Perhutani, PT Inhutani, PT Berdikari, dan Perum Bulog. Adapun skema kemitraan yang semula ditawarkan BUMN kepada petani adalah bantuan natura, bayar panen, atau sewa lahan.
Sementara itu, menurut Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro, pemerintah masih menunggu hasil evaluasi lapangan dari PT Sang Hyang Seri dan Perum Perhutani selaku koordinator lapangan pihak BUMN. Keterlambatan realisasi GP3K disebabkan adanya Pekan Nasional pada 18-23 Juni mendatang.
“Program GP3K sedang berjalan, namun belum mulai tanam. Meski begitu, target produksi tidak berkurang. Program ini tetap ditargetkan mampu meningkatkan jumlah produksi pangan nasional.” ujar Anggoro saat dihubungi via telepon, kemarin.
Belum berjalannya GP3K BUMN menimbulkan asumsi pemerintah kesulitan memenuhi target produksi pangan dengan usaha sendiri.
Sementara itu, terkait isu ekspor sapi, Kementerian Pertanian kemarin mengadakan pertemuan dengan perwakilan Selandia Baru, Brasil, dan Kanada. Tujuannya mengeksplorasi peluang kerja sama peternakan, khususnya daging dan sapi.
Selain itu, pemerintah memeriksa status penyakit ternak pada ketiga negara itu, seperti monitoring terhadap penyakit ternak, sistem ekspor yang diterapkan, negara-negara mitra ekspor dan kesediaan menjalin kerja sama dengan Indonesia. “Di antara ketiganya, Brasil berpeluang besar mengekspor ke Indonesia,” ungkap Kepala Badan Karantina Kementan Banun Hapsari, kemarin. (* /E-3)
Nama Media : MEDIA INDONESIA
Tanggal : Kamis, 16 Juni 2011 hal 13
TONE : NETRAL