BANYUMAS TIMUR, PERHUTANI (09/08/2024) | Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyumas Timur mengikuti kegiatan talkshow yang mengusung tema “Connect with Nature” dalam rangka memeriahkan 1st Anniversary Safari See To Sky Baturraden, Senin (05/08).

Hadir dalam gelar wicara tersebut, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Sekretaris Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Administratur KPH Banyumas Timur, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Soedirman Ely Triasih Rahayu, serta perwakilan jurnalis yakni Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Banyumas Liliek Darmawan.

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam, Tasdiyanto, mengatakan bahwa hubungan manusia dan alam sejak dulu sudah tercipta. Manusia pada hakikatnya sangat bergantung pada alam. Akan tetapi, ketika mengenal ilmu bercocok tanam, manusia merasa bisa mengelola dan mengendalikan alam.

Pihaknya mengungkapkan sedang membangun Sustainable Tourism Development, yaitu bagaimana pembangunan secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya dilakukan secara selaras. “Bagaimana berkelanjutan, bukan sekadar bertambah wisatawan. Kalau over tourism juga akan berdampak pada alam,” katanya.

Administratur KPH Banyumas Timur, Mochamad Risqon, mengatakan bahwa KPH Banyumas Timur mengelola kurang lebih 25 ribu hektare kawasan hutan. Dari total jumlah tersebut, yang masuk hutan lindung adalah sebanyak 5.200 hektare dan bisa mengusahakan dijadikan industri wisata alam.

“Jadi, industri wisata potensinya sangat besar. Meskipun memang infrastruktur calon wisata hutan aksesnya masih sangat terbatas,” katanya.

Ia melanjutkan bahwa masih banyak kawasan hutan KPH Banyumas Timur yang belum dikembangkan. Pihaknya sangat terbuka dalam pengajuan kerja sama wisata. Perhutani sendiri mengelola hutan, tapi berfokus dan bergerak pula dalam hal wisata dan produksi getah pinus.

Selaku akademisi, Ely Triasih Rahayu, mengaku sangat setuju bahwa dalam pengembangan wisata diperlukan adanya kolaborasi. Maka dari itu, pihaknya siap berkolaborasi, terutama agar pihak luar atau dalam hal ini pelaku wisata di luar Kabupaten Banyumas dapat ikut terkoneksi dengan wisata di Banyumas.

“Mari memecahkan masalah agar wisatawan masuk ke Banyumas. Kami akan memasukkan proposal. Semisal ada masukan paket wisata kepada para mahasiswa, saya harap ada tim setelah diskusi ini untuk dibuat lebih serius lagi. Buat perencanaan dan kami siap bantu pelaku wisata yang mau mengajak akademisi,” lanjutnya.

Sementara itu, Sekretaris Dinporabudpar, Deskart Setyo Djatmiko, dalam paparannya menjelaskan bahwa ada beberapa masalah wisata yang dihadapi, seperti akomodasi dan aksesibilitas, maka perlu adanya kesepakatan bersama tentang bagaimana membuat skema agar masuk ke area Safari See To Sky lebih mudah dan murah.

“Seperti dibuat tol saja, tarif satu mobil Rp25.000. Jadi ini adalah aset masuk Perhutani, dan Pemerintah Daerah ikut mengelola. Jadi sekarang keluhannya adalah pengunjung butuh kepastian tentang biaya ke Baturraden berapa bayarnya,” pungkasnya.

Ketua PWI Banyumas, Liliek Darmawan, mengatakan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan soal ekologi yang bisa berdampak pada peningkatan ekonomi.

“Bayangkan jika hutan ini rusak, hampir pasti orang tidak akan datang. Bagaimana kita bisa mendatangkan banyak wisatawan, dan bukan bagaimana cara mendatangkan saja, tapi kita lihat juga kualitas wisatanya,” imbuhnya.

Ia mengatakan bahwa pengembangan wisata bukan hanya butuh kolaborasi di Banyumas, tapi daerah lain di sekitarnya, juga perlu kerja sama dan dukungan dari mulai Purbalingga, Cilacap, hingga Kebumen dan sekitarnya. (Kom-PHT/Byt/Str)

Editor: Tri

Copyright © 2024