JAWAPOS.COM (20/05/2025) | Budidaya tanaman buah alpukat alligator, kini sedang digandrungi warga di Bumi Blambangan. Selain perawatan pohon yang tidak rumit, alpukat jenis ini seolah menggaransi hasil panen yang melimpah dengan harga lumayan mahal dibanding alpukat biasa.
Tapi hype budidaya alpukat aligator skala besar, punya alasan lebih dari itu. Jenis alpukat yang terkenal dengan buahnya besar, dagingnya tebal, dan punya aroma khas itu, banyak ditanam untuk alasan konservasi. Tak heran, penanaman secara masif buah ini kerap dilakukan di lahan sosial milik Perhutani.
Salah satu pembudidaya buah alpukat aligator, Mohammad Yazid Sofyan menjelaskan, belakangan alpukat aligator banyak dipilih untuk ditanam sebagai dekarbonisasi, alias proses pengurangan emisi karbon, terutama karbon dioksida (CO2) dari atmosfer. “Perannya juga vital, alpukat yang punya akar tunjang efektif untuk mencegah banjir,” jelasnya pada Jawa Pos Radar Genteng.
Selain itu, terang dia, jika sebelumnya banyak lahan sosial digarap oleh masyarakat desa hutan ditanami jagung, cabai, hingga terong, sekarang alpukat dipilih karena daun-daunnya diharapkan bisa menjadi pemecah air hujan. “Ini yang kami sebut semangat go green, dan semangat konservasi lingkungan. Alpukat banyak ditanam untuk upaya mitigasi bencana karena pohon keras dan efektif menyerap air (hujan),” tandasnya.
Sebagai gambaran, Yazid mengungkap saat ini sudah ada 196 hektare dan 62 ribu pohon alpukat aligator ditanam di lahan perhutani. Itu tersebar di Perhutani KPH Banyuwangi Barat, Selatan, dan Utara. “Di (KPH) Barat ada 185 hektare dengan 59 ribu pohon, di KPH Utara ada tiga hektare dan seribu pohon, sedangkan di KPH Selatan ada delapan hektare dan dua ribu pohon,” katanya.
Kerja sama untuk konservasi alam, jelas dia, sejalan dengan program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dengan mendorong pabrik penyumbang emisi untuk menanam pohon sebagai bentuk kompensasi dan kontribusi dalam mengurangi dampak lingkungan, ini dilakukan antara Perhutani dan masyarakat. “Ini kerja sama dengan perjanjian Tripartit antara kami, Perhutani, dan masyarakat,” ucapnya.
Dalam kerja sama itu, lanjut dia, Perhutani berperan sebagai penyedia lahan, kemudian pesanggem alias masyarakat desa hutan sebagai penggarap lahan yang bertugas merawat tanaman. “Nanti keuntungan dibagi dengan ketentuan yang sudah ada,” ujarnya seraya menyebut pihaknya terlibat sebagai penyedia bibit, pupuk, hingga pemasaran hasil panen.
Di luar programnya, Sufyan mengungkap banyak daerah lain yang menanam alpukat untuk dekarbonisasi. Itu karena alpukat dikenal sebagai buah yang tidak memiliki predator alami di hutan. “Dibandingkan pohon buah lain seperti durian, buah ini sangat jarang ada predatornya, sehingga secara ekonomis akan membuat penanamnya bisa untung,” tandasnya.
Apalagi, masih kata dia, konsep yang diusung penanaman alpukat tanpa dipotong sampai kapanpun. Sehingga, meski pohon tidak produktif lagi, akan dibiarkan tumbuh sebagai pelindung alam. “Saat 35 tahun biasanya sudah tidak produktif menghasilkan buah, itu tetap tidak akan kami potong,” ucapnya.
Sumber : jawapos.com