MOJOKERTO, Psosialisasi UU 18 @ 2014 copyERHUTANI (6/11) – Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mojokerto berupaya menggugah dan mengajak kesadaran hukum (darkum) segenap jajarannya dengan pemahaman ketentuan perundang-undangan yang berkaitan Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) terlepas dari pro-kontra yang ada.  Kegiatan dilaksanakan  di Pos Tunggal Mandiri 11 (PTM 11), Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Sempal, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Tapen, Kamis.

Kegiatan pemahaman ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang P3H oleh narasumber Liaison Officer (LO) Divisi Regional Jawa Timur, AKBP Riyan Suharyadi, SH, MH dihadapan tujuh puluh lima (75) jajaran Perhutani Mojokerto,

Wakil Administratur Perhutani Mojokerto Barat selaku Koordinator Keamanan (Korkam), Agus Sulthoni mengatakan, sebagai perusahaan yang dipercaya pemerintah untuk mengelola aset kekayaan hutan negara, pihaknya memandang perlu melakukan berbagai upaya pencegahan gangguan keamanan hutan, termasuk melalui kegiatan sosialisasi dan pemahaman hukum.

“Hal ini agar segenap jajaran Perhutani Mojokerto lebih ‘melek’ hukum”, tegas Agus Sulthoni.

Sedangkan AKBP Riyan Suharyadi, SH, MH, mengatakan; kesadaran aparat akan pentingnya pengetahuan hukum yang berkaitan dengan perannya dalam pengelolaan hutan kini masih rendah sehingga perlu dilakukan sosialisasi dan pemahaman peraturan perundangan yang ada, sebagai upaya untuk mewujudkan terciptanya tatanan aparat sadar hukum.

Masih menurut Riyan; bahwa UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan penegakan hukumnya masih lemah. Dapat dilihat dari trend kejahatan tindak pidana kehutanan yang terorganisir terus meningkat baik jenis, kualitas maupun kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini menyebabkan degradasi hutan terus berlanjut, untuk itu di keluarkanlah Undang-Undang No. 18 tahun 2013 yang diharapkan penegakan hukumnya lebih kuat. Beberapa penguatan yang terdapat dalam UU No.18/2013 adalah pencegahan, pidana kejahatan terorganisir, kelembagaan, penyidikan dan sanksi.

“Tidak dipungkiri, rendahnya kesadaran hukum aparat ini dapat dibuktikan dengan banyaknya oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab terseret-seret dengan masalah hukum”, tegas Riyan.

Pelanggaran hukum yang dilakukan aparat, salah satu penyebabnya karena mereka tidak mengetahui tentang ketentuan hukum yang berlaku. Aparat memandang segala sesuatu itu sudah berjalan sesuai kebiasaan yang ada. “Melakukan suatu yang menjadi kebiasaan, padahal sebetulnya kebiasaan yang telah berjalan itu adalah salah dihadapan aturan yang ada, tetap dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak negatif yang akan terjadi”, papar Riyan.

“Hal tersebut merupakan perilaku pembiaran dan kelalaian dalam menjalankan tugas, dimana dalam UU RI No 18 Tahun 2013 pasal 28 huruf G, aparat atau pejabat tersebut dapat dikenakan ancaman hukuman pidana 6 bulan sampai dengan 5 tahun, dan denda 200 juta sampai dengan 1 miliar”, kata LO menjelaskan.

Pemahaman atas diterbitkannya UU No.18 tahun 2013 dapat memperkecil kasus tindak kejahatan kehutanan dengan mengedepankan rasa tanggung jawab aparat, tanggung gugat dan profesionalisme petugas sebagai payung hukum yang lebih tegas. Dengan demikian hutan lestari diharapkan dapat terwujud dalam mewujudkan masyarakat yang lebih sejahtera khususnya masyarakat sekitar hutan.

Setelah diskusi dan tanya jawab yang seru, harapannya melalui sosialiasi UU No.18/2013 dapat menyatukan kesepahaman mengenai konten Undang-Undang tersebut dan dapat menambah semangat aparat terkait dalam memberantas segala bentuk tindak pidana kehutanan khususnya di wilayah pangkuan Perhutani Mojokerto dan Divisi Regional Jawa Timur.

“Kita sebagai aparat pejabat negara ‘jangan takut’ dalam penegakan hukum”, tegas Riyan menutup paparannya. (Kom PHT Mjk / Eko Eswe)

Editor  :  Dadang K Rizal

@copyright 2014