TRIBUNNEWS.COM (26/11/2025) | Peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI) yang diperingati setiap 28 November disambut dengan acara diskusi oleh Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Malang.
Peringatan itu menjadi momentum Perhutani KPH Malang mengajak diskusi dengan komunitas serta Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Keraton Gunung Kawi, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang, Rabu (26/11/2025) sore.
Mengusung tema “The Magical of the Holy Tree” para peserta diskusi nampak gayeng dengan suasana sejuk keraton serta hidangan jadul (jaman dahulu).
Kepala Perhutani KPH Malang, Kelik Djatmiko menjelaskan bahwa tujuan utama dalam kegiatan tersebut yakni sebagai momentum reflektif sekaligus inspiratif.
“Jadi ini momentum, di mana pohon dipandang bukan hanya sebagai sumber daya alam, tetapi sebagai simbol kehidupan yang suci,” terang Kelik sapaan akrabnya.
Ia menambahkan bahwa diskusi itu juga untuk memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI).
“Ini juga sebagai peringatan Hari Menanam Pohon Indonesia (HMPI), nanti kita juga akan menanam pohon,” tambahnya.
Kelik bilang bahwa pohon bukan hanya sumber oksigen, tetapi juga simbol kehidupan, spiritualitas, dan keberlanjutan.
“Nah makanya kita mengambil tema ‘The Magical of the Holy Tree’ yakni menghadirkan nuansa tradisional, seni, nilai filosofis dan ekologis dalam memahami pohon sebagai aktor utama pada panggung kehidupan,” katanya.
Tidak hanya diskusi, kegiatan tersebut juga dibarengi dengan penanaman pohon beringin dan pohon kemenyan putih.
Selain itu juga dilakukan teatrikal saat penanaman pohon yang membuat suasana sakral begitu melekat di Keraton Gunung Kawi.
“Kita kolaborasi dengan para budayawan, jadi penanaman pohon beringin dan pohon kemenyan putih menjadi lebih sakral,” tutur Kelik.
Sementara itu, Penasihat Kota Sejuk (Komunitas Pecinta Sejarah dan Ekologi Nganjuk), Kristomo bilang bahwa pohon yang ditanam di Keraton Gunung Kawi harus sesuai dengan kondisi lingkungan.
“Jadi beringin ini kan menyerap air, hutan yang dikelola Perhutani ini kan yang dibutuhkan menyerap air pohon beringin sangat tepat,” terang Kristomo.
Kristomo menyebut selain dari sisi ekologis, dari sisi historis pohon beringin ini simbol ketika mataram islam berdiri.
“Jadi dari sisi historis, pohon beringin ini simbol ketika mataram islam berdiri, yakni beringin sakembaran yang monumennya masih berdiri kokok di Kota Gede,” katanya.
Kepala Perhutani Divisi Regional Jatim, Wawan Triwibowo yang juga turut hadir dalam kegiatan tersebut bilang bahwa Perhutani hadir ditengah masyarakat.
“Kita Perhutani ingin hadir ditengah-tengah masyarakat bagaimana mewujudkan kelestarian hutan,”kata Wawan.
“Tentunya juga harus bermanfaat juga secara ekologi, sosial dan ekonomi, maka dari itu kita harus bersinergi antara perhutani dengan masyarakat,” tambahnya.
Wawan menjelaskan semua pihak harus tau fungsi hutan.
“Kita harus tau fungsi hutan, ini tantangan kita kedepan, jadi harus tau rambu-rambu yang sudah di pakemkan,” jelasnya.
Wawan menuturkan bahwa fungsi hutan juga harus diperhatikan agar digunakan sesuai fungsinya.
“Jangan sampai pada lahan-lahan yang fungsinya menyimpan air, melindung konservasi tanah dan air dijadikan ketahanan pangan,” tuturnya.
“Artinya kita harus benar-benar selektif dimana hutan yang kita pergunakan mendukung program pemerintah dalam ketahanan pangan,” tambahnya.
Sumber : tribunnews.com