dok.kom/pht/kanpus/2015JAKARTA, PERHUTANI (16/3) | Perum Perhutani sebagai BUMN pengelola hutan negara di Jawa Madura patuh pada aturan-aturan hukum terkait tata-kelolanya sebagai bentuk Good Corporate Governance, demikian Direktur Utama Mustoha Iskandar menyatakan.
Salah satu kewajiban Perum Perhutani sebagai pengelola hutan negara berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan adalah melaporkan kepada polisi apabila terjadi kehilangan asset Negara, karena berdasarkan Pasal 4 Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2007 Perum Perhutani tidak memiliki kewenangan penyidikan tindak pidana kehutanan.
Tindakan melaporkan kepada penegak hukum atau kepolisian apabila terjadi gangguan keamanan hutan adalah kewajiban perusahaan sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, karena apabila Perum Perhutani tidak melaporkan maka akan dikenakan sanksi dianggap melakukan pembiaran sesuai ketentuan Pasal 104 yang berbunyi:
“Setiap pejabat yang dengan sengaja melakukan pembiaran terjadinya perbuatan pembalakan liar sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 sampai dengan pasal 17 dan pasal 19, tetapi tidak menjalankan tindakan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 15 (limabelas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) dan paling banyak Rp 7.500.000.000 (tujuh setengah milyar rupiah”
Kasus gangguan keamanan hutan Perum Perhutani Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Jatibanteng, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Besuki, Kesatuan  Pemangkuan Hutan (KPH) Bondowoso Jawa Timur, berupa hilangnya di petak hutan 43f tanaman jati tahun 1974 atas dasar kewajiban Perhutani maka dilaporkan sesuai dengan aturan yang berlaku kepada Kepolisian Sektor Jatibanteng Polres Situbondo pada Senin 07/07/2014. Bukti lapor adalah Laporan Polisi nomor LP/K/11/VII/2014/Jatim/Res.Sit/Sek.Jatibanteng.  Dalam laporan polisi tersebut Perum Perhutani melaporkan kejadian pencurian kayu atau hilangnya pohon jati dan tidak melaporkan orang per-orang. Penetapan tersangka menjadi kewenangan penyidik dan bukan kewenangan Perhutani. Selain Asyani, penyidik telah menetapkan tersangka utamanya yaitu Ruslan, Abdus Salam pemilik kendaraan pengangkut kayu dan Cipto (tukang kayu) yang tidak terberitakan oleh media.
Pihak Perhutani yaitu Kepala RPH Jatibanteng BKPH Besuki, KPH Bondowoso dalam hal ini juga diperiksa oleh Kepolisian Jatibanteng Situbondo dalam kapasitas sebagai saksi korban atas hilangnya asset Negara dimaksud.
Perum Perhutani sebagai pihak pelapor atas hilangnya aset Negara menyerahkan sepenuhnya proses penegakan hukum kepada pihak yang berwenang, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan, dengan harapan bahwa proses berjalan adil, bijaksana sesuai aturan yang berlaku dan bisa dipertanggungjawabkan. (Kom-PHT/Kanpus).