JAWAPOS.COM (11/07/2022) | Letak destinasi itu masih satu kompleks dengan Telaga Ngebel. Para traveler yang hendak ke sana tetap melewati pintu gerbang telaga yang jadi ikon Ponorogo itu. Selanjutnya, menyusuri jalan lingkar telaga sekitar 1,5 kilometer.

Jika tak membawa kendaraan pribadi, pengunjung tidak usah bingung. Sebab, ada banyak alternatif transportasi yang bisa dipilih. Bisa menyewa jasa antar di dermaga Telaga Ngebel atau bisa juga menyewa ojek di sekitar kawasan tersebut. Perjalanan ke sana tak membosankan. Meski jalannya berkelok, pengunjung bakal disuguhi view hamparan hutan pinus hingga menuju puncak.

Ya, destinasi yang terletak di Desa Gondowido, Ngebel, tersebut memang berada di dataran tinggi. Berada di ketinggian 734 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tepatnya, 124 mdpl lebih tinggi daripada Telaga Ngebel.

Persis seperti namanya, Ngambang Tirto Kencono, traveler disuguhi pemandangan yang luar biasa begitu tiba. Menyaksikan keindahan Telaga Ngebel dari ketinggian. Pengunjung seolah-olah diajak naik kereta kencana mengambang di air telaga. Atau menyaksikan garis putih memanjang bekas speedboat yang lalu-lalang di telaga tersebut.

Yang bikin lebih nyaman, semua view kawasan Telaga Ngebel bisa dinikmati pengunjung sambil lesehan di tujuh gazebo yang dibangun di beberapa titik. Satu gazebo yang terletak di bukit paling ujung memperlihatkan kawasan perhotelan dan perkampungan persis utaranya telaga. Pengunjung dapat membawa serta sanak, saudara, dan sahabat kongko di gazebo tersebut. Udara segar khas hutan pinus membuat para pengunjung betah berlama-lama.

Bahkan, jika pengunjung datang sore hari, ada satu lagi anugerah Tuhan yang sayang untuk dilewatkan. Keindahan sinar matahari yang hendak terbenam dari celah perbukitan kaki Gunung Wilis akan terlihat tepat di atas telaga.

Air telaga tampak berkilauan dari pantulan sinar matahari. Mengabadikan momen itu bak melukis senja Telaga Ngebel. Akan lebih nikmat jika sajian alam itu ditemani secangkir kopi Cap Mbah Lurah khas desa setempat.

Tak mengherankan, aneka sajian itu bak magnet yang membuat pengunjung datang ke Ngambang Tirto Kencono. ”Sering ke sini, malah bolak-balik. Nggak ada bosannya, suasananya dingin, view Ngebel juga bagus,’’ kata Ratna Sari, 20, seorang pengunjung.

Wajar pula, meski baru dibuka dua bulan lalu, destinasi tersebut sudah cukup populer dan menjadi jujukan wisatawan. Saat weekend, jumlah pengunjung bisa tembus 400-an orang. ”Seperti ngambang di atas air telaga rasanya,’’ ujar Ananda Putri, wisatawan lain.

Meski menawarkan sajian keindahan yang luar biasa, pengelola objek tersebut belum menerapkan harga tiket masuk (HTM) ke area destinasi. Pengunjung cukup membayar parkir kendaraan sebesar Rp 5.000 yang nanti masuk kas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Gondowido.

”Untuk HTM-nya berapa, nanti masih kami bicarakan dengan Perhutani selaku pemangku lahan. Sementara ini, cukup biaya parkir,’’ kata Kepala Desa Gondowido Baskoro Widha Mandala.

Tempat Mencari Rumput Itu Kini Jadi Destinasi Unggulan

Keindahan alam plus ragam wahana yang tersaji di objek wisata Ngambang Tirto Kencono bakal membuat pengunjung kaget jika mengetahui asal usul destinasi tersebut.

Ya, sebelum menjadi objek wisata yang tengah naik daun, dulu kawasan itu merupakan tempat mencari rumput.

Adalah Samuri, 42, warga Desa Gondowido, yang nekat memasuki rimbunnya hutan pinus di desanya pada 2019. Pria yang menjadi bendahara BUMDes Gondowido itu tergerak saat pemerintah desa (pemdes) berencana mengembangkan desa wisata. ”Dulu jalannya masih setapak yang biasa dilewati pencari rumput untuk pakan ternak,’’ kata Samuri.

Lahan di bibir bukit menghadap barat itu dikembangkan secara mandiri. Tanpa melibatkan arsitektur. Diawali pemasangan paving di sepanjang jalan setapak itu.

Pemdes didukung penuh Perhutani selaku pemangku lahan. Setahun berjalan, pekerjaan sempat terbengkalai saat pandemi Covid-19, awal 2020. ”Benar-benar mangkrak, tapi warga tetap memelihara agar pekerjaan yang sudah berjalan tidak rusak,’’ ungkapnya.

Ikhtiar dan kegigihan Samuri bersama warga dan pemuda desa berbuah manis. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) memberikan support berupa dana sebesar Rp 500 juta pada 2021. Pembangunan pun dilanjutkan hingga tuntas. ”Total biayanya sekitar Rp 750 juta, sebagian anggarannya dari desa,’’ ujarnya.

Objek wisata itu resmi dibuka saat Lebaran lalu, seiring dibukanya aktivitas wisata setelah tutup gara-gara pandemi virus korona. Meski baru seumur jagung, kawasan wisata tersebut sanggup menjadi destinasi penyangga Telaga Ngebel.

Pengunjung berdatangan dari berbagai penjuru. Selain menawarkan panorama alam, fasilitas penyerta sudah tersedia. Mulai musala, kafe, gazebo, toilet, spot selfie, fasilitas outbound, hingga area kamping. ”Sampai sekarang masih terus dikembangkan. Kami berencana membangun jembatan gantung, tapi masih perlu konsultasi ke ahlinya,’’ ungkapnya.

Desa wisata itu terbukti mampu meningkatkan pendapatan desa. Seluruh pendapatan dari sektor wisata tersebut masuk kas BUMDes setempat. Selanjutnya dikelola untuk mengembangkan berbagai usaha. ”Karyawan juga diambilkan dari pemuda setiap dusun,’’ tandasnya.

Sumber : jawapos.com

Tanggal : 11 Juli 2022