Suara Karya, Jakarta – Guna memenuhi kebutuhan industri dalam negeri berupa terpentin, Perum Perhutani berencana akan mengoperasikan pabrik pengolahan derivatif gondorukem atau getah pinus.

Pabrik yang berada di Pemalang, Jawa Tengah, tersebut berkapasitas sekitar 30.000 ton per tahun. “Pabrik yang dibangun dengan investasi sekitar Rp 190 miliar ini, akan menjadi pabrik pengolahan gondorukem terbesar di Asia Tenggara,” kata Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto, di Jakarta, Rabu (9/ 10).

Dijelaskannya, pabrik yang tepatnya berlokasi di Kampung Bojongbata, Pemalang, ini akan diresmikan langsung oleh Menteri BUMN Dahlan Iskan. Dari pengolahan gondorukem tersebut akan menghasilkan produk turunan dari terpentin berupa glicerol rosin ester, alpha pinene, betha pinene, limonen, cineol dan alpha terpineol atau terpenting yang dapat dijadikan bahan dasar industri makan dan minuman, adhesive, industri kertas, industri cat dan tinta, parfum serta farmasi.

“Mulai dari industri kertas, industri plastik, kulit, hingga sabun cuci membutuhkan turunan produk terpentin,” jelasnya. Bambang mengungkapkan, begitu kapasitas produksi sudah tinggi, maka tidak menutup kemungkinan untuk melakukan ekspor. Ekspor bisa dilakukan ke negara-negara, antara lain Jepang, India, Amerika Serikat, Jerman, Inggris dan Singapura.

Selama ini, kata dia, hampir semua industri di Indonesia memenuhi kebutuhan produk derivatif gondorukemnya dari pasar impor, seperti China, India, bahkan Eropa. “Dengan dibangunnya pabrik gondorukem dan terpentin ini, diharapkan dapat memenuhi permintaan industri di dalam negeri,” ujarnya.

Pembangunan pabrik derivat gondorukem tersebut, diyakini Bambang, mampu menghasilkan nilai tambah 1,5 hingga 4 kali lipat dari pendapatan sebelumnya. “Awalnya pengolahan gondorukem Perhutani masih dalam skala kecil. Dengan pengembangan ini diharapkan nilai produk gondorukern Perhutani bisa meningkat tajam,” ujarnya.

Pada 2013, Perhutani mengalokasikan dana belanja modal (capex) sekitar Rp 500 miliar. Dan jumlah itu, sekitar Rp190 miliar di antaranya digunakan untuk pembangunan pabrik gondorukem. Sisanya untuk pembangunan pabrik sagu di Sorong sekitar Rp 200 miliar, dan pengembangan pabrik pengolahan kayu plywood di Pare, Kediri.

Di bagian lain, Perum Perhutani juga berencana untuk membangun pabrik pengolahan umbi porang di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dengan investasi sekitar Rp 50 miliar.

“Tahun depan (2014) pembangunan pabrik tepung porang diharapkan sudah rampung. Sehingga pada tahun berikutnya (2 0 1 5) mulai beroperasi, dengan kapasitas produksi mencapai 30.000 ton tepung porang per tahun,” tutur Bambang.

Saat ini, disebutkannya, Perhutani telah mengembangkan tanaman porang di lahan hutan seluas 3.000 hektare. Porang dengan Bahasa Latin, “Amorphophalus Oncophyllus” ini merupakan tanaman umbi-umbian, yang memiliki berbagai kegunaan. Sebagai bahan makanan seperti mie, tahu, campuran makanan shirataki dan konyiku. (Joko Sriyono/Budi Seno/Ant)

Suara Karya | 10 Oktober 2013 | Hal.7