Perum Perhutani menargetkan laba bersih pada tahun 2014 sebesar Rp287 miliar, meningkat sebesar 40,46 persen dibanding realisasi laba bersih 2013 sebesar Rp204,9 miliar.

“Peningkatan laba 2014 akan didorong kenaikan pendapatan perseroan yang diproyeksikan mencapai Rp4,6 triliun, dari pendapatan 2013 sebesar Rp3,86 triliun,” kata Direktur Utama Perhutani Bambang Sukmananto, saat paparan Kinerja Keuangan Perhutani 2013 dan Proyeksi 2014 dilansir Antara di Jakarta, Rabu (5/3).

Menurut Bambang, kenaikan kinerja keuangan pada 2014 diproyeksikan dapat dicapai dengan meningkatkan pendapatan pada usaha non-kayu.

“Tahun ini Perhutani siap meningkatkan bisnis industri hilir antara lain dengan beroperasinya pabrik derivatif gondorukem terpentin, sejalan dengan penataan bisnis dan proses bisnis inti,” ujarnya.

Selama ini Perhutani banyak bergerak pada bisnis sektor hulu yang bertumpu pada hasil hutan kayu, getah pinus dan industri yang masih membutuhkan penataan dan penguatan.

“Jika pada tahun 2013 komposisi pendapatan Perhutani antara kayu dengan nonkayu sebesar 48:52 persen, maka pada tahun 2014 akan terbalik menjadi 55 nonkayu dan 45 persen kayu,” katanya.

Selama tahun 2013, penyumbang terbesar pendapatan berasal dari penjualan luar negeri industri nonkayu sebesar Rp1,34 triliun, disusul penjualan dalam negeri hasil hutan sebesar Rp617 miliar, sedangkan dari kayu tebangan sebesar Rp1,61 triliun.

Menurut catatan, enam jenis usaha nonkayu yang terus digenjot pada tahun 2014 yaitu getah pinus, kopal, daun kayu putih, gondorukem, terpentin dan minyak kayu putih.

Direktur Keuangan Perhutani, Morgan Sharif Lumban Batu mengatakan pada tahun 2014 perseroan mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) sekitar Rp551 miliar, meningkat dibanding realisasi capex tahun 2013 sebesar Rp253,82 miliar.

Dana capex tersebut sebesar Rp108 miliar dialokasikan untuk pembangunan pabrik sagu yang berlokasi di Sorong Selatan, Papua Barat. Adapun komponen alokasi lain dari capex tersebut meliputi pembangunan infrastruktur berupa jalan dan jembatan, mesin dan alat berat, termasuk penyertaan modal.

Menurut Morgan, pendanaan capex sebesar Rp551 miliar tersebut akan dibiayai dari kombinasi kas internal dan pinjaman perbankan.

“Dua Bank BUMN yaitu Bank BRI dan BNI selalu siap dan berkomitmen membiayai setiap pengembangan bisnis Perhutani,” katanya.

Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Perhutani, Tedjo Rumekso menuturkan, pabrik yang mengelola areal konsesi lahan 16.000 hektare tersebut sedang dalam pembangunan yang ditargetkan mulai beroperasi pada April 2015.

“Saat beroperasi penuh kapasitas produksi pabrik sagu ini mencapai 30.000 ton tepung per tahun,” katanya.

Perhutani menggandeng dua BUMN yaitu PT Barata untuk konstruksi bangunan, dan PT PLN yang membangun pembangkit untuk memasok listrik.

Listrik dari pembangkit milik PLN nantinya juga dijual secara komersial. Sedangkan bahan bakar pembangkit diambil dari kulit pohon sagu.

Selain itu, Perhutani sudah mulai mengoperasikan pabrik pengolahan derivatif gondorukem atau getah pinus dan terpentin di Pemalang, Jawa Tengah, dengan kapasitas sekitar 30.000 ton per tahun.

Pabrik yang dibangun dengan investasi sekitar Rp190 miliar ini akan menjadi pabrik pengolahan gondorukum terbesar di Asia Tenggara.

Produk turunan pengolahan gondorukem tersebut meliputi glicerol rosin ester, alpha pinene, betha pinene, limonen, cineol dan alpha terpineol atau terpentin, bahan dasar industri makan dan minuman, adhesive, indutri kertas, industri cat dan tinta, parfum serta farmasi.

“Mulai dari industri kertas, industri plastik, kulit, hingga sabun cuci membutuhkan turunan produk terpentin,” katanya.

Sumber  :  Jurnal Nasional, Hal 26
Tanggal  :  6 Maret 2014