PURWODADI, PERHUTANI (28/10/2025) | Dalam upaya memperkuat pengamanan kawasan hutan sekaligus menjaga warisan budaya lokal, Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwodadi melaksanakan patroli gabungan di wilayah yang dikenal rawan sekaligus sarat cerita mistis, yakni kawasan Watu Getuk di petak 106 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Ngrijo, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Jatipohon, pada Senin (27/10).

Patroli dilakukan oleh jajaran petugas BKPH Jatipohon bersama anggota Polisi Kehutanan Mobil (Polhutmob) KPH Purwodadi serta Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jati Makmur. Tim menyusuri petak 105 dan 106, kawasan yang memiliki potensi gangguan keamanan seperti pencurian kayu, perambahan lahan, serta ancaman kebakaran hutan. Patroli juga dilakukan untuk memantau kondisi tanaman dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kelestarian hutan.

Administratur KPH Purwodadi melalui Kepala BKPH Jatipohon, Tutut Sugianto, menjelaskan bahwa patroli gabungan ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat pengamanan kawasan hutan sekaligus menjalin kedekatan dengan masyarakat sekitar.

“Keamanan hutan tidak bisa dijaga hanya oleh petugas Perhutani. Keterlibatan masyarakat melalui LMDH menjadi kunci dalam menjaga kelestarian hutan. Dengan kebersamaan, Perhutani ingin menciptakan kawasan hutan yang aman, lestari, dan memberi manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala RPH Ngrijo, Sudarta, menuturkan bahwa wilayah yang dilalui tim patroli memiliki nilai historis dan kepercayaan masyarakat yang kuat, terutama di sekitar lokasi Watu Getuk.

“Selain menjadi daerah rawan terhadap gangguan keamanan, kawasan petak 106 juga dikenal masyarakat sebagai tempat yang angker karena keberadaan batu besar yang disebut Watu Getuk. Perhutani memandang hal itu sebagai bagian dari kearifan lokal yang perlu dihormati, sambil tetap menjalankan fungsi perlindungan dan pengawasan hutan,” jelasnya.

Watu Getuk merupakan batu besar yang terletak di tanjakan jalur hutan Ngrijo – Jatipohon. Berdasarkan cerita turun-temurun, batu ini dipercaya berasal dari kisah seorang pedagang gethuk dari Sukolilo, Pati, yang dagangannya tumpah di perjalanan dan berubah menjadi batu besar. masyarakat setempat meyakini bahwa batu tersebut memiliki nilai mistis dan dianggap keramat. Hingga kini, masyarakat masih memegang tradisi melempar uang receh ke arah batu tersebut sebagai simbol permohonan keselamatan, mencerminkan hubungan spiritual yang kuat antara warga dan alam sekitarnya.

Ketua LMDH Jati Makmur, Saryono, menyebut bahwa kegiatan patroli bersama ini sekaligus menjadi kesempatan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar tetap menjaga kawasan hutan yang memiliki nilai budaya dan ekologis tinggi.

“Hutan bagi kami bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi juga warisan leluhur. Menjaganya berarti menjaga sejarah dan masa depan desa kami. Kami siap mendukung setiap kegiatan Perhutani yang berorientasi pada pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat desa hutan,” ujarnya.

Melalui kegiatan patroli di kawasan Watu Getuk ini, Perhutani KPH Purwodadi tidak hanya menegaskan komitmen dalam menjaga keamanan hutan, tetapi juga menunjukkan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat sekitar. Kolaborasi antara petugas kehutanan dan LMDH menjadi bukti nyata bahwa pelestarian hutan dan budaya dapat berjalan berdampingan, mewujudkan hutan yang aman, lestari, dan bermakna bagi generasi mendatang. (Kom-PHT/Pwd/Aris)

Editor: Tri

Copyright © 2025