MOJOKERTO – Kepala Biro RUPHR dan GP3K Perum Perhutani Unit II Jawa Timur, Ir. Dwiono Rahardjo melaksanakan panen kedelai di kawasan Jati Stek Pucuk KPH Mojokerto. Tepatnya di Petak 59 C, RPH Kedungwangi, BKPH Mantup, Kecamatan Sambeng, Kabupaten Lamongan, pada Selasa (15/5).

Hadir pada acara tersebut Adm Mojokerto, Ir. Widhi Tjahjanto, Kepala Dinas Kehutanan Lamongan, Muspika Sambeng dan Masyarakat Desa Hutan yang bersama-sama secara simbolis melakukan panen kedelai Program Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi (GP3K) seluas lahan 11 Hektar.

Tujuan panen program GP3K yakni untuk mendukung pencapaian ketahanan pangan nasional serta mendorong produktivitas komoditi tanaman pangan khususnya padi, kedelai dan jagung. Sehingga diharapkan mampu meningkatkan produksi dan pendapatan petani anggota LMDH atau kelompok tani serta memperkenalkan sistem korporasi bagi petani.

Dalam pidatonya, Administratur Mojokerto, Widhi Tjahjanto mengatakan bahwa Program Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi atau GP3K adalah merupakan program Pemerintah dalam upaya meningkatkan produksi pangan nasional. Khususnya Komoditi padi, kedelai dan jagung. Perum Perhutani, sebagai salah satu institusi BUMN yang ditunjuk pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya hutan turut mendukung bersama mensukseskan program tersebut.

Sedangkan Ketua GP3KKPH Mojokerto, Moh. Ajieb, mengungkapkan bahwa implementasi GP3K pada tahun 2011 seluas 6.393,1 Ha, terdiri dari tanaman padi 1.137,6 Ha, Kedelai 60,2 Ha dan jagung seluas 5.195 Ha. Pada Tahun 2012 seluas 5.126,8 Ha terdiri dari tanaman padi seluas 1.063,9, kedelai 37,3 Ha dan jagung 4.025,6 Ha. Dari rencana tersebut diprediksi memperoleh hasil panen padi sebesar 3.723,6 ton atau 3,5 ton/ha, kedelai sebesar 55,9 ton atau 1.5 ton/ha dan jagung sebesar 20.128 ton atau 5 ton/ha.

Dalam sambutannya, Dwiono Rahardjo mengapresiasi kegiatan panen kedelai yang dilaksanakan. Menurutnya, banyak dampak positif dari penerapan sistem tumpangsari ini yaitu selain menambah produksi tanpa harus membuka areal lahan baru, sistem ini juga memiliki nilai sinergi produktif, karena dapat menambah kesuburan tanah hutan akibat pasokan N dari bintil akar kedelai, meningkatknya produksi kedelai dan pendapatan untuk petani sekitar hutan, adanya diversifikasi produk yang dipanen, dapat menekan laju erosi serta tersedianya pakan ternak. Disamping tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman pokok.

“Oleh karena itu, saya meminta agar inovasi ini harus segera disebar luaskan kepada petani kedelai khususnya di kawasan hutan dan para petugas perhutani serta petani Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH),” jelas Dwiono Rahardjo.

Dalam kesempatan tersebut, Dwiono juga menawarkan kepada LMDH dan masyarakat serta stakeholders yang hadir suatu bentuk kerjasama pengembangan hutan rakyat dalam kerangka kegiatan Rehabilitasi Usaha Pengembangan Hutan Rakyat (RUPHR).

(Eko ESWE, Humas Mojokerto)