NGAWI, PERHUTANI (09/09/2025) |Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ngawi bersama Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Margo Wono Lestari Desa Jepang, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro, menyepakati penerapan pola tanam plong-plongan. Kesepakatan ini dicapai dalam sebuah diskusi lapangan yang berlangsung di petak 9A-1, Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Kaligede, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Kedawak Utara, Senin (8/9).
Pola tanam plong-plongan merupakan metode yang menekankan pada jarak tanam lebih longgar, sehingga sinar matahari dapat masuk optimal dan tanaman tumbuh lebih baik tanpa mengganggu vegetasi hutan. Selain memberikan manfaat ekologis, pola ini juga mendukung program konservasi tanah dan air.
Kesepakatan ini menjadi langkah inovatif berbasis konservasi yang bertujuan menjaga keberlanjutan hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Melalui pola tersebut, diharapkan hasil pertanian masyarakat dapat lebih optimal, sementara kelestarian ekosistem hutan tetap terjaga.
Diskusi yang dibuka oleh Arifin selaku Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH) Kedawak Utara ini menghasilkan tiga poin utama kesepakatan. Poin pertama, yang menjadi inti dari pertemuan ini, adalah penerapan pola tanam plong-plongan dengan tanaman pokok Balsa. Pola ini menggunakan jarak tanam 6 x 4 meter, dengan pembagian area tanam yang adil dan seimbang: 12 meter untuk tanaman pokok Perhutani dan 12 meter untuk tanaman agroforestri/MPTS (Multi-Purpose Tree Species) anggota LMDH.
“Pola ini memungkinkan masyarakat untuk menanam tanaman sela yang bermanfaat seperti buah-buahan atau tanaman pangan lainnya di antara tanaman kehutanan, sehingga memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat tanpa mengganggu pertumbuhan pohon pokok,” kata Aripin.
Selain kesepakatan teknis, kedua belah pihak juga menyepakati prinsip-prinsip kolaborasi yang lebih luas. Poin kedua menegaskan komitmen LMDH untuk mendukung penuh program-program yang dikembangkan oleh Perum Perhutani KPH Ngawi. Dukungan ini didasari pada pemahaman bahwa semua kegiatan yang dilakukan bersama bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan.
Administratur Perhutani KPH Ngawi melalui Kepala Seksi Pembinaan Sumber Daya Hutan, Agus Suhendar, menyampaikan apresiasi atas sinergi yang terjalin dengan masyarakat sekitar hutan.
“Kami meyakini dengan adanya kerja sama ini, program konservasi dan pengelolaan hutan akan berjalan lebih optimal, karena melibatkan peran aktif masyarakat,” ujarnya.
Hal menarik dari kesepakatan tersebut adalah masuknya kearifan lokal masyarakat Samin dalam konsep program Perhutanan Sosial. Inovasi ini bahkan akan diikutsertakan dalam ajang Perhutani Innovation Award (PIA) 2025. Pada poin ketiga kesepakatan, secara khusus ditegaskan bahwa masyarakat lokal yang masih memegang teguh budaya Samin akan dilibatkan secara aktif dalam pengelolaan hutan.
Ketua LMDH Margo Wono Lestari, Sumiran, menyoroti pentingnya pendekatan budaya dalam pengelolaan hutan. “Prinsip-prinsip budaya Samin yang masih dipertahankan hingga saat ini, seperti menjaga harmoni dengan alam dan tidak merusak, sangat relevan dengan tujuan pengelolaan hutan lestari. Kami berharap ini bisa menjadi contoh positif,” katanya.
Dengan adanya kesepakatan ini, Perhutani KPH Ngawi dan LMDH Margo Wono Lestari membuktikan bahwa kolaborasi berbasis partisipasi aktif masyarakat dan penghormatan terhadap kearifan lokal adalah kunci untuk mencapai pengelolaan hutan yang berkelanjutan dan mensejahterakan masyarakat sekitar hutan. (Kom-PHT/Ngw/Put)
Editor:Lra
Copyright©2025