SEMILIR angin menerpa lereng timur Gunung Arjuna yang berada di perbatasan Kabupaten Malang, Batu, dan Pasuruan di Jawa Timur, Selasa (14/10) sore. Di sebuah rumah kasa berukuran 24 meter x 6 meter, Parman (45) sibuk menyiram tanaman kaelan, bayam inggris, dan sawi daging menggunakan selang.
Sudah 1,5 tahun terakhir, petani asli Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Pasuruan, itu menekuni pertanian organik. Sebelumnya, Parman hanya petani penggarap, memanfaatkan lahan milik Perhutani yang berada tidak jauh dari tempat tinggalnya. Di lahan yang tidak terlalu luas itu, ia biasa menanam jagung hingga dua kali dalam setahun.
Parman kini bisa merasakan perbedaannya. Penghasilannya lebih besar setelah beralih ke pertanian organik meski statusnya masih sama, yakni sebagai petani penggarap. Saat ini Parman menggarap lahan milik Yayasan Kaliandra Sejati (YKS) sekaligus menjadi mitra.
“Sekarang paling tidak setiap 1,5 bulan sekali saya bisa panen. Kalau dulu waktu menggarap lahan Perhutani cuma panen dua kali dalam setahun,” ujar Parman.
Selain pinjaman lahan, dari YKS pula Parman memperoleh pengetahuan seputar cara bertani organik, pinjaman modal untuk membuat rumah kasa, hingga memasarkan produk.
Rumah kasa salah satu cara untuk melindungi tanaman dari organisme pengganggu. Maklum sistem organik tidak memerlukan bahan kimia untuk mengusir hama. Begitu pula untuk menyuburkan tanah cukup memakai pupuk kandang atau kompos.
“Meski membutuhkan biaya cukup besar di awal waktu, pada akhirnya bisa dihemat. Rumah plastik tahan sampai lima tahun,” ujar Parman.
Saat ini ada 72 petani organik di Desa Jatiarjo, Dayurejo, dan Gambiran yang telah mengembangkan pertanian organik, khususnya sayuran. Khusus tanaman padi ada dua kelompok tani, masing-masing beranggotakan 30-an orang.
Pendiri sekaligus pelindung YKS, Atmaja (70), menyebut pemberdayaan masyarakat melalui pertanian organik bertujuan meningkatkan ekonomi masyarakat sekaligus menjaga alam tetap lestari.
Sarifudin Lathif, Koordinator Konservasi dan Community Development YKS, mengatakan, sejak 1997 YKS telah berkecimpung dengan lingkungan, ekonomi sosial, dan budaya. Pendidikan lingkungan secara cuma- cuma diberikan kepada warga di sekitar areal itu, seperti mengajarkan cara membuat kompos, pestisida alam, dan bercocok tanam organik.
Kegiatan pemberdayaan warga masih berlangsung dan tidak hanya kepada warga sekitar, tetapi para tamu yang berkunjung ke YKS yang berlokasi sekitar 2 kilometer Taman Safari II, Prigen, itu juga memperoleh pengetahuan tentang lingkungan yang dikemas dalam program ecotourism, mulai dari outbound, menu makan sehat, dan belanja aneka produk sayur organik. Kawasan yang cocok untuk kegiatan retret itu berada di areal seluas 40 hektar di kaki Gunung Arjuna, dengan jarak tempuh dua jam dari Surabaya dan satu jam dari Malang.
“Kami juga memiliki program kelas belajar sejak 2007 mengajarkan bahasa Inggris, pendidikan lingkungan, dan budaya. Semua ada tiga kelas, masing- masing 20-30 anak, secara gratis, maka dalam setahun bisa meluluskan sekitar 100 anak yang umumnya penduduk dekat kawasan ini,” ujar Sarifudin.
Kini hasil pertanian warga bersama Kaliandra telah menembus pasar di sejumlah kota, seperti Surabaya, Sidoarjo, Malang, Batam, hingga Banjarmasin. Pergerakan sayur organik semakin luas hingga Sumatera dan Kalimantan setelah terbit sertifikat organik pada 2010. Sebelum ada sertifikat organik, pemasaran dilakukan dengan cara pengiriman langsung dan hanya di daerah Jatim.
Selain memfasilitasi pelatihan pertanian organik, tanaman obat, dan pelatihan makanan sehat, YKS yang kini memiliki fasilitas wellness center (Kaliandra Eco Resort) berupa terapi enzim, juga berusaha merestorasi alam sekitar Arjuna. Salah satunya dengan penanaman pohon bambu, beringin, akasia, pinus, dan lainnya di sekitar mata air.
Penyangga air
Berdasarkan penelitian pada 2006, di Desa Jatiarjo dan Dayurejo terdapat 28 mata air. Namun, saat ini 12 mata air di antaranya mati sehingga tinggal 16 mata air. Padahal, kawasan Arjuna merupakan penyangga air bagi sejumlah kabupaten/kota di Jatim.
Upaya restorasi itu mendapat sambutan positif, termasuk dari perusahaan lain melalui konsep hutan asuh. Perusahaan besar di sekitar Pasuruan pun ikut berpartisipasi melalui program tanggung jawab sosial. “Saat ini luas lahan restorasi mencapai 130 hektar dengan jumlah tanaman sekitar 120.000 batang,” ujar Sarifudin.
Dia mengatakan, aktivitas masyarakat jadi salah satu faktor penyebab daya dukung lahan berkurang. Salah satu ancaman terhadap hutan di kawasan Arjuna terjadinya kebakaran lahan. Pada 2010 dan 2012 terjadi kebakaran lahan hingga ratusan hektar yang diduga akibat perburuan satwa. Pemburu sengaja membakar lahan agar hewan keluar dari persembunyian sehingga mudah ditangkap.
Untuk mengantisipasi kebakaran, dua tahun terakhir masyarakat sekitar membentuk sukarelawan pemadam kebakaran yang dinamai Laskar Arjuna. Mereka siap naik ke atas jika di sekitar terjadi kebakaran lahan.
“Sejak 2009 warga yang rela memadamkan api sebenarnya sudah ada, tetapi belum terkoordinasi. Tahun 2012 mulai kami bentuk bersama. Kebetulan pihak Kaliandra masuk dalam tim sukarelawan dan memberikan fasilitas untuk mendukung pemadaman, seperti sepatu boot, kaus lengan panjang, dan lainnya,” ujar Darmawan (35), Koordinator Laskar Arjuna.
Untuk mengantisipasi kebakaran, menurut Darmawan, setiap pekan dilakukan patroli. Kegiatan ini dilakukan selama kemarau yang biasanya berlangsung dari Juli hingga Oktober. Kawasan di sekitar Gunung Arjuna harus benar-benar diamankan dari keserakahan manusia karena air bersih untuk tujuh kabupaten di Jatim bersumber di gunung itu. (*)
Sumber : Koran – Kompas, Hal 24
Tanggal : 04 November 2014