TRIBUNNEWS.COM (23/04/2025) | Perhutani mengumpulkan sejumlah pengelola wisata di Jabar dan Banten, Rabu (23/4/2025) di Kantor Perum Perhutani, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung.

Pertemuan itu membahas terkait penerimaan negara bukan pajak atau PNBP dan aturan yang mesti dipenuhi selama memanfaatkan lahan milik negara.

Direktur Utama Perhutani Alam Wisata (Palawi), Tedy Sumarto menjelaskan pemanfaatan jasa lingkungan untuk keberadaan tempat wisata dipersilakan dengan catatan mengikuti aturan yang telah dikeluarkan pemerintah.

“Kami pastikan setiap mitra yang akan melakukan kerjasama wajib memenuhi ketentuan dan peraturan yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan. Jika ketentuan itu belum dipenuhi, maka kerjasama belum bisa dilaksanakan,” kata Tedy.

Jabar, lanjutnya, saat ini menjadi provinsi dengan terbanyak yang memanfaatkan lahan, yakni 58 lokasi. Sementara untuk jumlah keseluruhan di pulau Jawa mulai Banten sampai Jawa Timur ada 110 lokasi.

“Dari seluruh lokasi yang sudah dikerjasamakan, kami akan terus memantau kegiatan yang ada supaya tetap sesuai dengan izin diberikan di awal. Sebab, ketika ada pelanggaran, maka akan ada sanksi untuk pengelola baik itu pemanggilan, penyegelan, hingga tindakan lain termasuk pidana,” katanya.

Dia juga menyebut, hingga saat ini belum ada pelaku usaha yang bekerjasama melanggar aturan berlaku dalam pengelolaan kawasan.

Pengecekan pun dilakukan rutin sejak awal kerjasama setidaknya dalam tiga bulan sekali agar tak ada pelanggaran yang dilakukan dan terjadi pembiaran oleh Perum Perhutani. Pasalnya, dalam kawasan hutan, ada lahan yang bisa digunakan dan ada yang tidak, sehingga harus dipantau pengelolaannya.

Pengecekan ini juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat baik kabupaten/kota maupun provinsi sehingga bisa diketahui bersama-sama kondisi tempat wisata di kawasan tersebut.

Kepala Bagian Biro Hukum Kementerian Kehutanan, Hardianto menambahkan pihaknya ikut memantau bagaimana pengelolaan kawasan hutan digunakan untuk pengembangan wisata. Terpenting, dari pengelolaan itu adalah tidak ada pihak yang menyalahi aturan dan memberikan dampak buruk yang signifikan.

“Kami ada yang namanya Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum). Jadi, penegakan hukum itu berlaku adil. Semua pelaku usaha atau warga negara yang melakukan pelanggaran pasti akan dikenakan tindakan,” katanya.

Selain aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian, Kementerian Kehutanan juga memiliki penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di bawah Dirjen Gakkum yang bisa melakukan penindakan.

Ketika ditemukan pelanggaran, maka Kementerian Kehutanan akan menentukan apakah pelanggaran itu bersifat administratif atau pidana, dan sanksinya kemudian disesuaikan dengan hasil penyidikan.

“Kalau pidana, nanti pengadilan yang menentukan sanksinya baik berupa pidana penjara, denda, atau perintah tambahan seperti rehabilitasi lahan. Itu semua kewenangan pengadilan,” ujarnya.

Sumber : tribunnews.com