tumpangsariMJK@2014MOJOKERTO, PERHUTANI (26/11) – Interaksi masyarakat sekitar hutan terhadap lahan garapan di kawasan hutan saat ini masih dilirik sebagai primadona. Diantaranya, sistem tumpangsari yang masih memberi ruang dan kesempatan bagi petani hutan untuk menanami polowijo diantara larikan tanaman pokok.

Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mojokerto melakukan penanaman kawasan hutan tahun 2014 seluas 1.443,3 Ha dengan Pola Tumpangsari dengan melibatkan 3.000 lebih petani hutan. Sedangkan pada tahun 2013 seluas 853,5 Ha yang ditumpangsarikan.

Kepala Sub Seksi (KSS) Perencanaan dan Tanaman KPH Mojokerto, Suyasman; pesanggem atau petani hutan dapat memanfaatkan ruang antar larikan tanaman pokok untuk ditanami tanaman polowijo. Dengan tumpangsari dapat memberikan manfaat lebih, dimana petani bisa memperoleh hasil tanaman pertanian, sedangkan tanaman pokok kehutanan terhindar dari ancaman gangguan keamanan hutan.

“Pihaknya selalu melakukan komunikasi dan pembinaan yang intens, sehingga apa harapan petani hutan sepanjang tidak menyalahi aturan yang disepakati, bisa kita akomodasi dan realisasikan”, ungkap Suyasman, ditemui di petak 48 I, RPH Babadan, BKPH Mantup saat melakukan pengawalan tanaman 2014, Rabu.

Pada kesempatan yang sama, Markat, Ketua LMDH Wana Lestari BKPH Mantup yang juga mempunyai lahan garapan membenarkan pernyataan Suyasman. “Tahun ini hasil panen yang saya dapatkan dari kawasan hutan sebanyak sepuluh (10) Ton Jagung”, ujarnya serius.

Tercatat, Perum Perhutani Mojokerto berkontribusi Rp. 189.205.027.000,- terhadap masyarakat desa sekitar hutan atas pengelolaan polowijo tumpangsari program ketahanan pangan nasional sampai dengan Oktober 2014.
(Kom PHT Mjk / Eko Eswe)

Editor  :  Dadang K Rizal

@copyright 2014