Indopos, Jakarta – Cita-cita Soesi agar Perhutani makin dikenal publik mulai membuah hasil. Masyarakat semakin sadar dan tahu apa itu sebenarnya fungsi hutan.
Kehadiran perempuan yang akrab disapa Soesi Sastro ini memang memberikan warna baru di tubuh Perum Perhutani. Kegigihannya membangun komunikasi yang lebih terbuka mengantarkan perusahaan dalam citra positif dan lebih dikenal publik. Kini bukan hanya media, masyarakat pun bisa dengan mudah mengakses dan menikmati kegiatan-kegiatan Perhutani.
Atas upayanya itu, beberapa penghargaan mulai berpihak pada Perhutani, seperti Gold Winner The Best State Owned Enterprise-INMA Award 2013 untuk Duta Rimba. Juara II Anugerah Media Humas 2012 Bakohumas, dan Juara I Website Corporate user Interface kategori BUMN Non Listed 2011.
Memang tak mudah bagi Soesi melakukan perubahan dan membawa nama Perhutani ke publik. Dia berjibaku mendesakkan idenya di tengah budaya perusahaan yang tergolong kaku dan cenderung-takut dalam komunikasi publik Prinsip perusahaan kala itu tidak usah terlalu memamerkan perusahaan.
Tak heran bila porsi pemberitaan Perhutani di media massa tak terekspos dengan baik. Kalaupun ada, itu hanya sekilas; tidak komprehensif. “Padahal menyampaikan kinerja dan kegiatan ke publik itu penting kita sudah ngapain saja,”tuturnya.
Terkadang, bagi orang Perhutani, kegiatan perusahaan dianggap biasa-biasa saja, padahal itu memuat informasi penting bagi publik. Di sisi lain, jika ada kejadian kiiminal di area Perhutani harus ditutup rapat-rapat.
”Dulu misalnya ada penembakan, itu jangan diekspos, sebab Perhutani bisa jelek namanya. Menurut saya itu bisa dibalik, justru publik akan tahu situasi dan kronoioginya. Publik kan terus belajar, tidak mungkin menjelekkan kita,” ucap perempuan berambut pendek ini.
Soesi mengaku, saking susahnya mengubah kultur itu, perempuan kelahiran Banjarsari, Bojonegoro 1962 ini sempat ingin resign. Tapi, berkat dukungan teman dekatnya, dia bertahan sembari terus melakukan perubahan-perubahan sederhana. Dia menyadari, perubahan tak bisa dilakukan semudah membalik kan telapak tangan.
“Saya juga beruntung sepanjang di Perhutani, pemimpin saya komunikatif dan terbuka. Saya masuk pada momen yang pas, dan itu membuat saya cukup membantu,” tuturnya.
Buaih waktu setahun bagi Soesi melakukan perubahim-perubahan dalam bidarig komunikasi di tubuh BUMN pengelola hutan di Pulau Jawa ini. Di tangannya dia memoles wajah website, majalah, dan merangkul media. Kegiatan perusahaan yang disampaikan bervariasi, tidak sekadar acara-acara seremonial.
Sejak saat itu, dia melebarkan sayap dengan bergiat di forum humas BUMN. “Temannya banyak, ada ratusan BUMN, saya bisa ‘menyelam’ di sana,” katanya lantas tersenyum.
Soesi berprinsip, dalam bekerja harus mampu memberikan hasil lebih dari apa yang diembankan kepadanya. Dia menuturkan, jika perusahaan memberi tugas 10, setidaknya hasil yang dia berikan bisa 15. “Saya berprinsip harus bisa memberi lebih dari yang dituntut: Kalau sudah niat kerja ya, harus maksimal,” ujarnya semangat.
Dirinya juga memegang erat-erat nilai-nilai yang ditanamkan ayahnya untuk tidak mengambil dan menerima sesuatu yang bukan haknya. Bahkan, dengan tegas menyuruh anaknya pulang ke kampung jika kekurangan ketimbang sampai mencuri atau korupsi. “Pendidikan karakter itu menempel sekali,” tegasnya.
Soesi dibesarkan dari orangtua yang menggeluti usaha kayu. Ayahnya adalah mitra Perhutani di Bojonegoro, Jawa Timur. Sebelum berkarir di Perhutani, Soesi sempat menjadi konsultan independen, auditor sustainable forest management dan sustainable palm oil untuk beberapa lembaga nasional dan internasional, seperti The Borneo Initiative, Flora Fauna International, WVVF Indonesia, dan Tropical Forest Foundation Canada.
Pada 1994, dia bergabung Perhutani dan memenangkan Best PR Officer level II untuk BUMN tingkat jabatan asisten vice president dan kepala biro.
Demen Menulis, Ajak ke Perkemahan
Di tengah kesibukannya di bagian humas Perhutani, Soesi masih menyempatkan menulis. Dia tergolong penulis yang produktif. Alumni Magister Science PSL IPB 1992 ini suka menulis ketika malam hari menjelang tidur. “Pengalaman menulis lepas saya dimulai dari majalah Putri Indonesia era 1980-an,” tuturnya.
Dia juga telah menghasilkan beberapa karya sastra berupa kumpulan puisi dan cerpen. Sebanyak 200 karya puisinya dibukukan dalam buku bertajuk Dalam Nafas-Nafas. Cerpen terbarunya berjudul Lampion Merah dan Oncor diterbitkan oleh ITBM Malaysia dan Yayasan Obor yang diluncurkan pada Pameran Buku Indonesia 2013 di Gelora Bung Kamo.
Di tengah semua kesibukan dan hobinya itu, ibu tiga anak ini saban akhir pekan selalu menyempatkan berkumpul dengan keluarga. “Biasanya kalau tidak kuliner, ya suka saya ajak ke Arboretum Saka Wanabhakti Bumi Perkemahan Cibubur, sekalian ngasih pendidikan bagi mereka,” pungkasnya. (lum)
Jurnalis : Miftahul Ulum
Indopos | 12 Januari 2014 |Hal. 5