KEBONHARJO, PERHUTANI (23/12/2025) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kebonharjo mendukung pelaksanaan Festival Tonggeret Tahap II yang digelar oleh Komunitas Rembang Bergerak bersama Pemerintah Desa Rakitan, Kecamatan Sluke, di kawasan Hutan Lindung Sandieng Selora, wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunung Lasem, Minggu (21/12).

Festival yang diselenggarakan pada pergantian musim atau awal musim hujan tahun 2025 tersebut mengusung tema “Ksatria Sejati: Labuh Tohing Pati”. Adapun pada tahun 2024 lalu, festival ini mengangkat tema “Masa Labuh, Labuh Labeting Nagari”.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Kepala BKPH Gunung Lasem Faishol Thohiri, perwakilan Komunitas Rembang Bergerak Achmad Rif’an, perwakilan Cabang Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah Wilayah I Agus Susilo, perwakilan Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Hasan “En Arthur” Efendi, Forum Anak Desa, Karang Taruna Desa Rakitan, serta masyarakat dari luar Desa Rakitan.

Administratur KPH Kebonharjo melalui Kepala BKPH Gunung Lasem Faishol Thohiri menyampaikan bahwa upaya menjaga kawasan hutan lindung merupakan prioritas utama untuk menghindari bahaya kebakaran hutan serta potensi bencana alam lainnya.

“Mari kita bersama-sama menjaga dan melestarikan hutan lindung yang ada di Gunung Lasem dari pencurian, kebakaran, serta gangguan hutan lainnya agar tetap lestari dan terhindar dari bencana alam,” terangnya.

Pada kesempatan yang sama, perwakilan Komunitas Rembang Bergerak yang juga Ketua Forum Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat (PKSM) Jawa Tengah, Achmad Rif’an, menjelaskan makna yang terkandung dalam tema Festival Tonggeret Tahap II.

“Tema tersebut mengandung pesan bahwa sudah saatnya masyarakat Indonesia membela negara dengan bersikap kritis terhadap kebijakan yang mengarah pada kerusakan lingkungan. Jiwa ksatria harus tumbuh pada diri generasi muda, sebagaimana suara nyaring makhluk kecil bernama tonggeret,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa festival tersebut bertujuan sebagai sarana pengenalan lingkungan kepada anak-anak melalui pendekatan budaya dan kearifan lokal. Keberadaan tonggeret sendiri merupakan bioindikator kualitas tanah, sebagaimana capung menjadi bioindikator kualitas air dan kunang-kunang sebagai bioindikator kualitas udara.

Sementara itu, Kepala Desa Rakitan Jasnuri menyampaikan bahwa kegiatan tersebut merupakan agenda rutin yang telah disepakati melalui Musyawarah Desa.

“Kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan penyusunan Peraturan Desa tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Seluruh elemen desa, baik RT/RW maupun kelembagaan masyarakat seperti TP PKK, Pokdarwis, BUMDes, Koperasi Desa, kelompok tani, Kelompok Tani Hutan, LMDH, KPAD, dan lainnya, selalu dilibatkan dan berkontribusi dalam proses pembangunan desa berbasis lingkungan,” ujarnya. (Kom-PHT/Kbh/Ari)

Editor: Tri
Copyright © 2025