JAKARTA. Rencana pemerintah memberikan insentif pajak kepada perusahaan yang berinvestasi di wilayah Indonesia bagian timur tampaknya benar-benar dimanfaatkan oleh industri agribisnis.
Salah satu sektor yang paling laris adalah pengolahan sagu di Papua. Tiga perusahaan telah siap ekspansi ke provinsi paling timur tersebut.
Mereka adalah PT National Sago Prima yang merupakan anak usaha PT Sampoerna Agro, PT Austindo Nusantara Jawa, dan Perum Perhutani. Ketiganya dipastikan membangun pabrik sagu tahun ini dan mengelola hutan sagu di Papua seluas 147.000 hektare (ha). Saat ini, total luas area hutan sagu di Papua sendiri mencapai l,2 juta ha.
Yang paling besar pengelolaan lahannya adalah Austindo dengan lahan 80.000 ha, disusul anak usaha Sampoerna Agro sebanyak 51.000 ha. Sedangkan Perhutani hanya 16.000 ha. Saat ini, ketiga perusahaan tersebut telah memiliki izin konsesi dan dalam tahap pembangunan pabrik.
Lantaran langkah ekspansi ini, ketiga perusahaan ini dimungkinkan mendapatkan insentif pajak berupa pengurangan pajak atawa tax allowance karena melakukan telah investasi di tanah Papua.
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan, Bambang PS Brodjonegoro menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah mengenai pemberian insentif pajak di Papua sudah selesai di tingkat Kementerian Keuangan dan kini sudah masuk Sekretariat Negara dan tinggal menunggu teken Presiden.
Selama ini, pemerintah selalu membagi insentif pajak dalam dua jenis, yaitu tax holiday atau pembebasan pajak dan tax allowance. Biasanya khusus tax allowance akan diberikan dalam angka waktu enam tahun dengan pengurangan pajak sebesar 5% dari pajak yang harus dibayarkan per tahun.
Tertarik tax allowance
Namun rencana pemberian tax allowance yang diungkapkan Kementerian Keuangan tersebut belum didengar Perhutani. Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis Perhutani Tedjo Rumekso mengatakan, kebijakan perusahaannya untuk membangun pabrik sagu di Papua sudah sejak lama, bukan karena tergiur adanya pemberian pengurangan pajak tersebut. “Kami malah tidak tahu ada pemberian tax allowance untuk investasi di Papua,” ujarnya kepada KONTAN, Selasa (19/8).
Nah, jika sudah diluncurkan, Perhutani pun berniat meminta insentif pengurangan pajak tersebut “Dasar kami membangun di sana karena potensi bisnis sagu sangat besar dan kalau ada tambahan tax allowance akan lebih bagus lagi,” tambah Tedjo.
Perhutani memilih masuk ke sagu di kawasan timur Indonesia karena tanaman tersebut telah tumbuh secara alami dan subur. Maklum, sagu adalah tanaman yang ekonomis karena tak perlu replanting dan produktivitasnya cukup tinggi.
Nilai jualnya pun terbilang tinggi. Lihat saja, harga sagu di wilayah Jawa berkisar Rp 3.500 per kilogram (kg) hingga Rp 5.000 per kg.
Sementara di Papua mencapai Rp 12.000 per kg hingga Rp 15.000 per kg. “Produksi sagu dari Papua akan dikirim ke Cirebon sebagai bahan baku makanan dan Surabaya untuk industri perekat atau lem,” kata Tedjo. Selain itu, Perhutani juga bakal memproduksi tepung sagu.
Pabrik sagu milik Perhutani akan berada di Sorong Selatan. Rencananya pabrik tersebut bakal digerakkan dengan bahan bakar biomassa berupa sisa kulit sagu dan batubara. Pengoperasian pabrik ditargetkan mulai Maret 2015.
Perhutani menghabiskan dana untuk investasi mencapai sekitar Rp 120 miliar. Perhutani menghitung, produksi sagu akan berkontribusi lumayan besar atas pendapatan perusahaan, yaitu mencapai Rp 100 miliar per tahun.
Sumber : Kontan, Hal 17
Tanggal : 20 Agustus 2014