TERLEPAS dari pandangan miring yang kurang memberikan konstribusi bagi kemakmuran warga, keberadaan hutan jati di Blora mewarnai kisah panjang kabupaten ini.

Dengan luas 182.059 hektare, wilayah Blora terdiri atas hutan 90.417 hektare (49,66 %). Sisanya kawasan permukiman, persawahan dan tegalan. Karena itu tidak mengherankan begitu mendengar nama Kabupaten Blora, orang akan menghubungkan dengan penghasil kayu jati yang kualitasnya terbaik di dunia.

Memang masih banyak pohon jati di Blora. Namun jumlahnya berkurang banyak seiring terjadi penjarahan saat awal reformasi silam. Dari sisa-sisa yang ada memang masih ada yang layak dibanggakan. Yakni pohon jati alam yang ada di Gubug Payung di wilayah KPH Cepu dan sebuah pohon jati yang dinamai Jati Denok.

Jati alam di Gubug Payung yang usianya diperkirakan mencapai antara 100 hingga 200 tahun. Sementara jati Denok yang terletak di di Dukuh Temetes, Desa Jatisari, Kecamatan Banjarejo, tepatnya di petak 62, RPH Temetes, BKPH Temanjang, KPH Randublatung, usianya lebih dari 300 tahun.

Di kurun tahun 2007-2008, Blora mendapatkan dua rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) lantaran pohon jati. Yang pertama satu pohon jati di kawasan Temengeng Kecamatan Sambong, tak jauh dari Gubug Payung, yang laku terjual Rp 1 miliar. Pohon jati berusia lebih dari 150 tahun itu dijual, karena mati.

Sedangkan yang satu pohon jati berusia lebih dari tiga abad (300 tahun) yang sampai saat ini masih hidup dengan gagahnya, yakni Jati Denok. Jati Denok memiliki tinggi sekitar 30 meter dan keliling pangkal bawahnya mencapai 839 cm. Konon, Jati Denok adalah jati terbesar dan umurnya paling tua di Indonesia.

Pohon jati monumental itu, bisa jadi sudah cukup banyak diketahui orang. Namun tidak sedikit pula yang belum tahu.

Jalan Makadam

Perjuangan keras harus dilalui untuk sampai di lokasi Gubug Payung. Pasalnya jalan yang ditempuh cukup menguras tenaga lantaran berupa jalan makadam dan sebagian lagi jalan terjal berbatu. Dari arah Blora, selepas jalan Blora-Cepu, kendaraan belok kanan. Jarak pertigaan menuju Gubug Payung sekitar 17 kilometer. Namun ada cara yang lebih praktis dan mudah untuk sampai di lokasi Gubug Payung, yakni menaiki kereta api loko tour.

Caranya, dengan menghubungi Perhutani Cepu. Loko tua buatan Jerman itu, baru berjalan jika ada pesanan para wisatawan atau kelompok warga lainnya. Para penumpang loko tour akan bisa menikmati pemadangan lebatnya pohon jati di sepanjang jalan yang dilalui hingga di Gubug Payung.

Sementara untuk menuju lokasi Jati Denok dari Blora Kota memang agak lumayan jaraknya. Menuju arah Randublatung pada sekitar kilometer 15, belok ke arah barat dengan jarak sekitar 7 kilometer. Dari jalan raya Blora-Randublatung, begitu masuk kawasan hutan kondisi jalannya masih makadam dan naik turun, sehingga perlu penataan serius kalau ingin “menjual” Jati Denok kepada wisatawan.

“Jalan di kawasan hutan itu menjadi kewenangan penuh pihak Perhutani,” ujar Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Blora, Dewi Tedjowati.

Perhutani pernah menginventarisasi pohon jati tua. Pohon jati yang berumur lebih dari 150 tahun itu, tumbuh di beberapa tempat. Di antaranya Temengeng (1.766 pohon), serta ribuan pohon lainnya di kawasan hutan Padangan Jawa Timur, Randublatung, Gundih dan Purwodadi serta Surakarta.

Keberadaan pohon jati itu dilindungi, sehingga tak akan ditebang. Tempat tumbuhnya pohon jati tua itu pun ditetapkan sebagai cagar alam, hutan lindung maupun situs budaya lokal. “Wacana untuk lebih mengembangkan kawasan Jati Denok menjadi lebih baik memang ada, tanpa mengubah fungsi hutan,” tandas Humas Perhutani Randublatung, Andan Subiyantoro. (Abdul Muiz, Urip Daryanto-32)

http://m.suaramerdeka.com
Tanggal 11 maret 2012