KOMPAS.ID (06/05/2019) | Puspa langka Rafflesia rochussenii ditemukan di kawasan hutan Desa Mandapajaya, Kecamatan Cilebak, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penemuan itu merupakan catatan baru bagi keberadaan flora tersebut. Namun, kondisinya butuh perlindungan mengingat raflesia yang didapatkan ini hanya populasi tunggal.

Penemuan itu diawali ketika seorang peneliti mengikuti pergerakan satwa surili pada 2014. Ketika sampai di hutan Mandapajaya, ia kebetulan menemukan koloni bunga raflesia.

”Namun, penemuan itu tidak pernah dilaporkan,” ujar Peneliti Utama Konservasi Keanekaragaman Hayati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hendra Gunawan saat dihubungi Kompas dari Cirebon, Jawa Barat, Senin (6/5/2019).

Untuk mengonfirmasi keberadaan bunga raflesia di Kuningan, sebuah tim diluncurkan pada Sabtu (4/5/2019). Tim dipimpin Hendra. Dia ditemani Sofi Mursidawati dan Sugiarti dari Forum Rafflesia-Amorphophallus (Foramor), serta Toto Supartono dari Fakultas Kehutanan Universitas Kuningan (Uniku). Turut serta juga petugas Perum Perhutani Kawasan Pemangkuan Hutan (KPH) Kuningan dan masyarakat lokal.

Bunga raflesia itu tepatnya ditemukan di Resort Polisi Hutan (RPH) Legok Herang Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Luragung. Hutan RPH Legok Herang merupakan hutan pinus seluas sekitar 600 hektar dan hutan alam sekunder sekitar 900 hektar. Dari tepi hutan pinus, tim melanjutkan penjelajahan dengan berjalan kaki menyusuri hutan pinus serta hutan alam yang cukup terjal sekitar satu jam.

”Raflesia di Kuningan merupakan record (catatan) baru. Selama ini, raflesia dikenal ada di Sumatera dan sebagian Jawa,” ujar Hendra. Daerah itu seperti Taman Nasional (TN) Gede Gunung Pangrango, Cianjur; Cagar Alam (CA) Leuweung Sancang, Garut; CA Pangandaran, Ciamis (Jabar); dan CA Nusakambangan, Cilacap (Jateng).

Raflesia umumnya juga kerap ditemukan di Bengkulu. Raflesia dari Bengkulu yang memiliki nama ilmiah Rafflesia arnoldii merupakan yang terbesar dan telah ditetapkan sebagai puspa langka Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993.

Kini, setidaknya, Indonesia memiliki 11 spesies raflesia yang tersebar di pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Pemerintah juga menetapkan semua jenis raflesia dilindungi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999.

Menurut Hendra, saat survei, raflesia hidup sebagai parasit dengan menempel pada inang berupa liana, yaitu tumbuhan berkayu yang merambat. Pihaknya hanya menemukan bunga raflesia dalam bentuk knop (kuncup yang belum mekar). Knop itu serupa kol bulat.

”Terdapat empat bunga yang telah busuk, 1 knop yang siap mekar dan 1 knop yang masih kecil (sebesar kelereng),” ucapnya.

Knop yang siap mekar memiliki diameter 8 sentimeter (cm). Sementara diameter batang liana tempat knop menempel adalah 2,2 cm. Panjang batang liana bisa beberapa puluh meter dengan diameter mencapai 5 cm. ”Diperkirakan bunga raflesia akan mekar November nanti. Kami bakal cek lagi,” ujar Hendra, yang juga Ketua Forum Konservasi Macan Tutul Jawa.

Pengukuran pada Sabtu pukul 10.00, tim mencatat kondisi suhu tanah di sekitar inang 24 derajat celsius dan suhu udara 24,5 derajat celsius. Adapun kelembaban udara mencapai 93 persen dengan pencahayaan matahari 550 lux. Raflesia ini berada pada ketinggian 520 meter di atas permukaan laut.

Menurut Hendra, raflesia itu pernah dipotret dan diukur ketika mekar oleh Toto Supartono. Bunganya memiliki diameter 13-14 sentimeter. Apabila dilihat dari morfologinya saat mekar, bunga raflesia di Kuningan ini mirip dengan yang ada di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

”Untuk sementara, kami menyebutnya sebagai Rafflesia rochussenii Teijsm. et Binn. Untuk lebih meyakinkan penamaan spesies ini secara taksonomi, perlu dilakukan analisis DNA,” ungkapnya.

Butuh perlindungan

Menurut Hendra, saat ditemukan, diduga kuat raflesia itu merupakan populasi tunggal karena di sekitarnya tidak ditemukan koloni lain. Bahkan, tumbuhan liana yang menjadi inangnya pun hanya ditemukan di habitat raflesia ini.

”Artinya, populasi raflesia ini sangat rentan terhadap kepunahan. Jika pohon inangnya mati atau tidak sengaja dipotong orang, raflesia itu akan mati,” ujarnya.

Ancaman lainnya adalah longsor dan kebakaran hutan. Apalagi, topografi hutannya curam sampai sangat curam. Lapisan tanah di hutan itu juga tipis dan menumpang pada hamparan batu cadas sehingga mudah mengalami longsor. Oleh karena itu, lanjutnya, diperlukan upaya perlindungan dan pengelolaan populasi raflesia di lokasi ini.

Pengunjung berwisata di Kebun Raya Kuningan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Rabu (6/2/2019). Di kebun raya seluas 160 hektar itu terdapat 481 spesimen dan 75 jenis anggrek. Selain tempat wisata, kebun raya tersebut juga menjadi tempat riset, pendidikan, dan konservasi.

Menurut dia, perlu dibuat kawasan perlindungan untuk menjaga habitat raflesia dari segala bentuk gangguan yang dapat menyebabkan kepunahannya. Selanjutnya, dibutuhkan penelitian dengan harapan dapat memperbanyak koloni raflesia. Penelitian bisa dilakukan di kawasan hutan tersebut ataupun di luar hutan, seperti Kebun Raya Kuningan.

Administratur Perum Perhutani KPH Kuningan Uum Maksum mengatakan, lokasi raflesia tersebut aman dari kebakaran hutan dan longsor. Untuk memasuki kawasan tersebut, dibutuhkan izin dari Perhutani.

”Siapa pun yang mau masuk juga harus melalui kuncen karena ada mitosnya. Jadi, daerahnya terjaga secara alami. Kami juga kerja sama dengan masyarakat untuk menjaga raflesia itu. Bahkan, kami sedang memikirkan membuatnya jadi destinasi wisata,” ujarnya.

 

Sumber : kompas.id

Tanggal : 5 Mei 2019