Suluk Kembang Jati

KPH Parengan (4/10) –Perhutani Parengan berhasil menghelat acara Diskusi dan Gelar Budaya “Suluk Kembang Jati” menghadirkan budayawan Anis Sholeh Ba’asyin yang mengusung kelompok Orkes Puisi Sampak Gus-Uran, Rabu, 2 Oktober 2013 di parkir timur kantor Perhutani Parengan.
Narasumber yang dihadirkan pada sesi diskusi adalah Kang Yoto (Bupati Bojonegoro), budayawan Prie GS, dan Gayo – wartawan yang juga penulis buku “Dialog Hutan Jawa”.
Acara yang dimulai pukul 20.00 WIB diawali dengan tampilan pantomim yang sangat menarik. Para pelakonnya adalah remaja-remaja dari sanggar Ekspresi Bojonegoro. Kemudian tampil Orkes Puisi Sampak Gus-Uran menampilkan nomor perdananya yang bertitel Suluk Keseimbangan yang disusul dengan Suluk Jaman Akhir.
Daniel , Administratur Perhutani Parengan, menyampaikan bahwa acara ini dimaksudkan sebagai wahana untuk membumikan pesan pelestarian hutan dan lingkungan melalui pendekatan kebudayaan. Selain itu sebagai sebuah tontonan seni budaya yang digelar untuk umum, perhelatan tersebut dimaksudkan untuk memeriahkan hari jadi Bojonegoro yang ke-336.
Gelar Budaya “Suluk Kembang Jati” merupakan kerjasama antara Perhutani Parengan dengan Pertamina-EP Asset 4 dan SKK Migas. “Keterlibatan pihaknya dalam acara itu merupakan wujud nyata kepedulian Pertamina-EP dalam hal pelestarian alam dan lingkungan, khususnya pelestarian sumberdaya hutan” kata Arya Paramita, Legal and Relation Manager Pertamina EP Asset 4.
Diskusi yang berlangsung di antara penampilan beberapa komposisi orkestrasi puisi berlangsung sangat hangat. Ketiga narasumber dengan dipandu oleh Anis membincangkan eksistensi hutan di wilayah Bojonegoro dan Tuban.
Gayo membincangkan dari aspek historisnya, sedangkan Kang Yoto lebih pada aspek sosial dan keterkaitannya dengan pembangunan wilayah, namun tetap dalam bingkai filosofi yang tinggi. Sedangkan Prie GS dengan gayanya yang sangat cair mengupasnya dari sisi perilaku manusia. Para pembicara sepakat bahwa eksistensi hutan itu penting bagi kehidupan dan untuk merawat dan menjamin terjaganya kepentingan itu tidak hanya diperlukan kecerdasan intelektual namun juga kecerdasan moral. Diskusi juga melibatkan penonton untuk memberikan pendapat atau bertanya.
Sajian musikalisasi puisi oleh kelompok Sampak Gus-Uran begitu memukau. Mereka piawai menampilkan puisi dalam format lagu dengan aransemen musik ‘hybrid’, yaitu paduan antara musik pentatonik dengan diatonik. Salah satu komposisi diantara komposisi-komposisi yang sangat menarik pada malam itu adalah ‘Jazz Kalimasada’. Pada kesempatan itu pula Kang Yoto sempat memperdengarkan dua lagu ciptaannya yang bertemakan pelestarian alam, bahkan beliau sempat membacakan salah satu puisinya. Sungguh suatu sajian yang unik, menarik dan berisi.
Setting panggung dan area penonton yang dibuat dengan format lesehan membuat perhelatan pada malam itu sangat merakyat. Meskipun panggung dibanjiri dengan tata lampu yang cukup megah namun tetap bisa menampilkan suasana yang membumi. “Melihat betapa gayengnya diskusi kita dengan Kang Yoto dan interaksi yang hangat dengan penonton, acara tadi lebih seperti kenduri budaya,” demikian komentar Prie GS sesaat setelah turun panggung.
Acara diakhiri dengan pertukaran cindera mata antara Kang Yoto dengan Administratur Perhutani Parengan. Sebagai penutup Sampak Gus-Uran menampilkan lagu ‘Ilir-ilir’. (@Humas Parengan), diedit oleh : Dadang K Rizal