BANDUNG, (PRLM).-Dalam lima tahun terakhir, Perum Perhutani mengalami kerugian sekitar Rp 44 miliar akibat pencurian dan penebangan kayu ilegal.

Namun angka itu dinilai sangat kecil jika dibandingkan dengan pendapatan yang mencapai triliunan dan laba bersih ratusan miliar rupiah yang diraup Perum Perhutani setiap tahun.
Pada 2014 saja, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kehutanan itu berhasil meraih pendapatan sampai Rp 4,6 triliun dengan laba bersih Rp 380 miliar.
Direktur Utama Perum Perhutani, Musthoha Iskandar mengatakan, pendapatan Perum Perhutani 2014 mengalami kenaikan sampai 186 persen dibandingkan dengan 2013. Sementara laba usaha tumbuh sekitar 26 persen.
“Secara umum, pendapatan lima tahun terakhir juga mengalami pertumbuhan sebesar lima belas persen,” katanya seusai peringatan hari jadi Perum Perhutani ke-54 di Kantor Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten, Jln. Soekarno Hatta, Kota Bandung, Minggu (29/3/2015).
Menurut Musthoha, pendapatan terbesar Perum Perhutani sejauh ini masih diperoleh dari komoditas kayu. Pada 2014 komoditas itu menyumbangkan pendapatan sektiar Rp 2,15 triliun atau naik 25 persen dari Rp 1,7 triliun pada 2013. Angka itu merupakan 48 persen dari total pendapatan Perum Perhutani setiap tahun, sementara sisanya didapat dari penjualan produk non kayu.
Musthoha menegaskan, Perum Perhutani akan terus menekan prosentase pendapatan kayu tersebut setiap tahun. Ke depan ia berharap pendapatan Perum Perhutani didominasi oleh produk non kayu demi kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, berbagai produk inovatif pun terus dikembangkan Perum Perhutani bersama sejumlah anak perusahaannya.
Selain itu, kata Musthoha, pihaknya juga mulai menggencarkan sistem pemasaran online. Tak hanya sekedar tuntutan kemajuan teknologi, sistem tersebut juga diterapkan untuk menekan kemungkinan adanya penyelewengan-penyelewengan oleh oknum di lapangan dalam sistem pemasaran konvensional.
“Sekarang pemasaran online adalah keniscayaan. Selain memperluas pangsa pasar, kami juga ingin menekan kemungkinan munculnya ‘hantu-hantu’ dalam transaksi tatap muka,” ucapnya.
Terkait ketahanan pangan, Perum Perhutani juga berkomitmen untuk membantu pemerintah dalam peningkatan produksi komoditas padi dan jagung.
Dengan memperlebar jarak tanam pohon kayu, Perhutani menargetkan mulai 2016 ada pasokan 1 juta ton jagung dan 500.000 ton padi setiap tahun yang disumbangkan petani hutan di bawah binaan Perum Perhutani
Sementara itu terkait kerugian akibat kehilangan, Musthoha menegaskan, pihaknya terus memperketat pengawasan. Nantinya, pengawasan pun akan diintegrasikan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan begitu, semua aset atau segala sesuatu yang terjadi di hutan milik negara bisa dipantau secara terpusat.
Meskipun demikian, Musthoha menegaskan bahwa Perum Perhutani tidak pernah mengkriminalisasi seseorang pun ketika terjadi kehilangan aset di hutan negara. Termasuk kasus yang saat ini menjerat Nenek Asyani di Jawa Timur.
“Kami tidak pernah menunjuk apalagi melaporkan siapa yang mencuri kayu atau apapun di hutan negara yang kami kelola. Kami hanya melaporkan kehilangan yang terjadi di hutan negara,” katanya.
Sesuai Undang-Undang No 18 Tahun 2013 pasal 104, Perhutani memang diwajibkan untuk melaporkan setiap bentuk kehilangan di dalam areal hutan negara yang mereka kelola.
Jika tidak, maka Perum Perhutani akan diangggap melakukan pembiaran dan dikenakan sanksi pidana. Bahkan petugas di lapangannya bisa diancam kurungan 6 bulan hingga 15 tahun penjara serta denda Rp 1 -7,5 miliar.
Oleh karena itu Musthoha berharap masyarakat memahami bahwa Perum Perhutani tidak pernah ingin menyakiti siapapun, apalagi rakyat kecil. Setelah melaporkan kehilangan, proses penyidikan dan penyelidikan merupakan wewenang kepolisian sebagai penegak hukum.
“Kalau kami punya wewenang, kami akan minta atau bahkan perintahkan agar Nenek Asyani segera dibebaskan. Namun ini bukan delik aduan jadi kami tak bisa mencabut laporan kehilangan,” katanya. (Handri Handriansyah/A-89)***
Sumber  : Pikiran-rakyat.com
Tanggal : 29 Maret 2015