Jakarta – Pembentukan perusahaan induk (holding) sektoral BUMN harus segera dituntaskan, menyusul keberhasilan pembentukan holding BUMN semen dan pupuk.
Holdingisasi BUMN bukan hanya memperbesar skala perusahaan dan berpotensi menjadi pemain global, tapi juga membuat BUMN berkinerja lebih baik dan mandiri dalam memobilisasi dana. Mantan Sekretaris Menteri BUMN Muhammad Said Didu mengatakan, proses holdingisasi BUMN sudah sangat mendesak dilakukan guna menciptakan efisiensi sekaligus daya saing BUMN.
Idealnya, holdingisasi BUMN dilakukan per sektor. Kementerian BUMN menjadi national super holding dengan seluruh BUMN sebagai anak usaha. Konsep ini mengacu pada kesuksesan holdingisasi BUMN di Singapura dan Malaysia.
“Di Singapura, super holding BUMN adalah Temasek yang membawahkan ribuan BUMN, sedangkan Khazanah membawahkan lebih dari 2.000 BUMN di Malaysia,” kata Said Didu kepada Investor Daily, di Jakarta, belum lama ini.
Said Didu mengatakan hal itu menanggapi pernyataan mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN tentang pentingnya holdingisasi BUMN, yang diungkapkan dalam seminar ‘Mendorong BUMN Go International’ yang digelar Investor Daily, Selasa (26/8).
Said menyebutkan, nantinya terdapat 10 holding sektoral BUMN, yakni BUMN agribisnis, BUMN pertambangan, BUMN energi, BUMN logistik, BUMN konstruksi, BUMN jasa keuangan, BUMN perbankan, BUMN telekomunikasi, BUMN industri strategis, dan holding BUMN industri manufaktur.
Konsep tersebut memudahkan pengelolaan karena dari sisi teknologi dan sumber daya manusia (SDM) cenderung homogen, termasuk proses transfer teknologi, SDM, ataupun aset.
“Sebenarnya ini rencana sudah sejak 2007, namun tidak jalan karena pemerintah tidak serius dan tidak menjadikannya sebagai program prioritas,” ungkap Said Didu. Said Didu mengatakan, salah satu hambatan proses holdingisasi BUMN adalah regulasi, yakni UU BUMN dan UU Keuangan Negara, juga PP No 41 Tahun 2003 yang mengatur perampingan jumlah (rightsizing) BUMN.
Dalam UU Keuangan Negara, pengelolaan BUMN melalui proses merger, akuisisi, likuidasi, dan privatisasi masih menjadi kewenangan Kementerian Keuangan. Menurut Said, kondisi antar-BUMN sangat timpang. Sebanyak 90% aset dikuasai 20 BUMN dari 138 BUMN yang ada, serta 95% pendapatan dikuasai 22 BUMN.
Ada BUMN yang memiliki aset kurang dari Rp 1 triliun, sebaliknya ada yang melampaui Rp 600 triliun, yakni Bank Mandiri. “Artinya, ada BUMN yang memang harus dihilangkan dan ada BUMN yang masih perlu diperkuat,” ungkap dia. Khusus untuk holdingisasi BUMN perbankan, kata dia, ide Kementerian BUMN saat ini dengan membagi dua subsektor, yakni korporasi (BNI dan Mandiri) dan ritel (BRI dan BTN) sebenarnya sudah cukup tepat.
Namun, pemerintah harus mempertimbangkan betul pembagian itu mengingat tujuan holdingisasi BUMN perbankan adalah untuk meningkatkan kapasitasnya dalam penyaluran kredit. Dihubungi terpisah, Chief Economist Bank Mandiri Destry Damayanti mendukung pembentukan holding BUMN.
Sebab, pengawasan menjadi lebih mudah dan kinerja bisa lebih baik. Dia menunjuk holding BUMN perkebunan yang bakal segera terbentuk. Dengan holding BUMN perkebunan, Indonesia akan unggul dalam produksi minyak sawit mentah (CPO), melebihi negara tetangga yaitu Malaysia. Produksi komoditas perkebunan juga meningkat.
“Dengan bersatunya BUMN perkebunan, jumlah aset juga meningkat. Bank-bank akan dengan mudah memberikan pinjaman,” tutur dia. Di samping itu, kata dia, pemasaran produksi bisa dilakukan oleh induk usaha dan jumlah direksi dalam setiap anak usaha pun akan berkurang. Destry menambahkan, pembentukan holding sebaiknya dilakukan secara parsial terlebih dahulu karena terlalu banyaknya jenis dan bentuk BUMN.
Namun, bukan tidak mungkin bisa seperti super holding Temasek, yang membawahkan berbagai sektor. “Membentuk holding BUMN memang berat. Sangat dibutuhkan political support, law and legal enforcement, dan insentif. Apabila tiga aspek itu terpenuhi, holding BUMN bisa dengan mudah terwujud,” tutur Destry.
Banyak Faktor Positif
Sementara itu, analis Waterfront Securities Oktavianus Marbun mengatakan, pembentukan holding BUMN akan berdampak baik secara finansial. Selain itu, BUMN menjadi lebih mandiri dalam menjaring dana dari masyarakat atau investor. Analis First Asia Capital David Setyanto juga mendukung pembentukan holding BUMN karena lebih banyak faktor positifnya. Holding akan membuat kinerja BUMN lebih terencana dan terbenahi, serta mudah dikonsolidasikan.
“Pembuatan holding dilakukan untuk pembenahan BUMN yang saat ini belum tertata rapi,” tandas dia. Namun, Oktavianus mengingatkan sejumlah dampak negatif dari pembuatan holding BUMN.
Di antaranya, proses pembentukannya kerap menimbulkan konflik kepentingan oleh orang-orang yang menguasai BUMN. Selain itu, holding membuat BUMN terlalu fokus di Jakarta dan tidak ke daerah. Pembentukan holding sejauh ini baru terjadi pada BUMN semen dan pupuk.
PT Semen Gresik menjadi induk dan berubah nama menjadi PT Semen Indonesia. Sedangkan holding BUMN pupuk adalah PT Pupuk Indonesia. Dalam waktu dekat terealisasi holding BUMN perkebunan dan BUMN kehutanan.
Menurut Menteri BUMN Dahlan Iskan, holding BUMN perkebunan dan kehutanan telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 8 Agustus 2014. Peraturan pemerintah tentang holding tersebut bakal terbit pada akhir September 2014. Di sektor perkebunan, PT Perkebunan Nusantara III Medan ditunjuk sebagai induk yang akan mengonsolidasikan PTPN I hingga PTPN XV.
Adapun di sektor kehutanan, pemerintah menunjuk Perum Perhutani sebagai induk. Rencana holding merupakan target Kementerian BUMN sejak 2008. Aturan untuk itu, termasuk restrukturisasi BUMN secara keseluruhan, telah diatur melalui Instruksi Presiden No 5 Tahun 2008. Namun, program itu menemui banyak kendala.
Menurut Dahlan, holding juga merupakan bagian dari upaya perampingan BUMN. Dia pernah menyebut, jumlah BUMN akan diciutkan menjadi 80 perusahaan.
Saat ini tercatat ada 138 BUMN, yang terdiri atas 20 BUMN yang sudah mencatatkan sahamnya (listing) di bursa, 104 BUMN nonlisted, dan 14 perusahaan umum (perum). Menko Perekonomian Chairul Tanjung juga mendorong skema holding, karena hal itu akan membuat BUMN memiliki tingkat keekonomian yang lebih baik.
Alat-alat produksi bisa lebih dioptimalkan oleh BUMN-BUMN yang ada dalam satu holding. Dahlan Iskan sebelumnya membeberkan, holding perusahaan pupuk BUMN terbukti mampu meningkatkan aset dua kali lipat dalam dua tahun, dari Rp 30 triliun menjadi Rp 60 triliun saat ini. Lebih dari itu, dengan melakukan holding akhirnya tercipta investasi baru dengan sangat cepat dan efisiensi dapat dilakukan bersama.
“Karena itu, pembuatan holding pupuk bisa menjadi contoh yang baik. Bagi yang masih ragu-ragu holdingisasi BUMN harus lihat apa yang terjadi di pupuk dan PT Semen Indonesia,” kata Dahlan. Menurut Dahlan, Pupuk Indonesia sudah menjadi perusahaan terbesar ke-8 di dunia untuk bidang pupuk dan dalam beberapa tahun ke depan ditargetkan sudah masuk lima besar dunia.
Sedangkan untuk 14 BUMN perkebunan, net profit margin (NPM) hanya sekitar 3,5%. Dahlan optimistis, laba bersih naik empat kali lipat jika telah terbentuk holding.
Selain empat holding sektoral tersebut, rencana pembentukan holding lainnya dipastikan bakal tertunda, seperti BUMN pertambangan dan BUMN konstruksi. Salah satu kendalanya adalah tiga BUMN tambang masih tercatat sebagai perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Tiga BUMN tambang itu adalah PT Aneka Tambang Tbk, PT Perusahaan Tambang Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk. Kendala lainnya adalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) tidak boleh dipindahtangankan kepada pihak lain, berdasarkan pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba. (hg)
Sumber : Investor Daily, Hal. 1 dan 11
Tanggal : 8 September 2014