SURAKARTA, PERHUTANI (20/04/2025) | Di tengah rimbunnya hutan dan tenangnya pedesaan, berdiri sebuah sekolah kecil yang sarat makna—TK Tunas Rimba Tangen, yang beralamat di Gilis RT 02, Katelan, Kecamatan Tangen, Kabupaten Sragen. Didirikan pada 20 Maret 1972 dan dikelola bersama oleh Yayasan Taruna Rimba Perhutani (YTRP) dan Perhutani KPH Surakarta, sekolah ini menjadi titik terang pendidikan anak usia dini di kawasan hutan, Minggu (20/04).

Saat ini, TK Tunas Rimba Tangen memiliki dua guru perempuan dan 13 murid pada tahun ajaran 2024–2025. Lebih dari sekadar mendidik, para guru ini menjalankan misi pemberdayaan dengan semangat Kartini: memperjuangkan pendidikan dari pinggiran dan menyalakan harapan dari batas-batas peradaban. Dengan metode pembelajaran tematik yang memanfaatkan alam sekitar sebagai media belajar, TK ini menjadi ruang bermain dan bertumbuh yang unik dan sarat nilai lingkungan hidup.

Administratur Perhutani KPH Surakarta, Ronny Merdyanto menegaskan TK Tunas Rimba Tangen merupakan bagian dari tanggung jawab sosial Perhutani dalam membangun peradaban dari hutan. “Perempuan adalah cahaya awal dalam pendidikan, dan para guru di TK ini membuktikan bahwa mereka bisa menjadi Kartini masa kini—mendidik dalam sunyi, tapi berdampak panjang. Perhutani terus berkomitmen mendukung keberlangsungan sekolah ini, baik dari sisi penguatan kapasitas guru, pengembangan kurikulum, maupun penyediaan fasilitas yang layak,” ujarnya.

Kepala Sekolah TK Tunas Rimba Tangen, Siti Suhartini sekaligus guru yang mulai mengajar sejak 9 September 2003, menyampaikan bahwa niat awalnya menjadi guru bermula dari cita-cita masa kecil dan keinginan kuat untuk mengenal lebih dalam dunia anak usia dini. “Dulu saya hanya ingin cari pengalaman, tapi lama-kelamaan saya jatuh cinta pada dunia ini. Anak-anak punya cara tersendiri dalam mengajarkan kita arti kesabaran, kasih, dan harapan,” ungkapnya.

Rekannya, Sri Nujulukitaningrum menambahkan bahwa meskipun sekolah berada di desa dan dikelilingi hutan, semangat mendidik tidak kalah dengan sekolah di perkotaan. “Kami ingin anak-anak di sini punya akses yang sama, tidak hanya bisa membaca dan menulis, tapi juga memahami pentingnya berbagi, menjaga alam, dan mengenali identitas diri,” jelasnya.

Ke depan, keberadaan TK Tunas Rimba Tangen perlu mendapat perhatian dan dukungan lebih besar dari pemerintah daerah, dinas pendidikan, serta masyarakat luas. Bukan hanya tentang sekolah kecil di tepi hutan, melainkan tentang bagaimana perempuan mendidik generasi masa depan dengan hati dan pengabdian. Dari Gilis, Katelan, suara Kartini masih hidup—dalam pelukan lembut guru-guru yang setiap hari menanam benih peradaban di tanah yang sunyi namun subur oleh cinta. (Kom-PHT/Ska/Mar)

Editor: Tri

Copyright © 2025