SURAKARTA, PERHUTANI (19/04/2025) | Di tengah heningnya hutan pinus Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Baturetno masuk wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Surakarta, gema semangat Kartini tak hanya terpatri di ruang kelas atau kantor-kantor kota. Seorang perempuan desa bernama Kasmi (54 tahun), penyadap getah pinus di Tempat Penimbunan Getah (TPG) Sampang Petak 20D RPH Jati turut menghidupkan semangat Kartini, Sabtu (19/04).
Pekerjaan menyadap bukan perkara mudah, apalagi bagi perempuan yang harus menyeimbangkan peran sebagai ibu, istri, dan pencari nafkah. Namun justru dari aktivitas inilah lahir kemandirian. Setiap tetes getah menjadi simbol ketekunan dan dedikasi terhadap keluarga, sekaligus bentuk keterlibatan aktif dalam pelestarian hutan. Program pemberdayaan perempuan yang dijalankan Perum Perhutani KPH Surakarta memberi ruang bagi perempuan desa untuk berdaya, tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara sosial dan ekologis. Mereka turut menjaga keberlanjutan hutan, dengan cara yang sederhana namun bermakna.
Administratur Perhutani KPH Surakarta, Ronny Merdyanto menyebut pemberdayaan perempuan sebagai jantung dari perubahan sosial di sekitar kawasan hutan. “Perhutani melihat peran perempuan sebagai mitra strategis. Mereka bukan hanya menyumbang penghasilan keluarga, tapi juga membawa naluri pelestarian. Program ini memberi akses, kepercayaan, dan keberlanjutan,” ujarnya.
Di wilayah BKPH Baturetno, dari total 659 tenaga penyadap getah, sebanyak 629 adalah laki-laki dan 30 adalah perempuan. Meski jumlahnya belum besar, kehadiran para penyadap perempuan menjadi simbol transisi sosial yang pelan tapi pasti mulai mengubah wajah peran gender di sektor kehutanan.
Kisah Kasmi dan perempuan-perempuan penyadap lainnya mengingatkan kita bahwa perjuangan dan harapan bisa tumbuh dari akar hutan. Dari lereng-lereng sunyi tempat mereka bekerja, mengalir bukan hanya getah bernilai ekonomi, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan pembebasan. “Dulu saya ragu, tapi sekarang hasil menyadap ini bisa sekolahkan anak sampai lulus SMA dan memperbaiki rumah,” tutur Kasmi sambil menatap batang-batang pinus yang baginya bukan sekadar pohon melainkan tiang harapan. Di tengah hutan, Kartini hidup kembali dalam wajah perempuan desa yang tak menyerah. (Kom-PHT/Ska/Mar)
Editor: Tri
Copyright © 2025