BOJONEGORO, PERHUTANI (18/06/2020) | Menindaklanjuti kerjasama bidang hukum perdata dan tata usaha negara, Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bojonegoro  bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro melakukan sosialisasi kepada masyarakat sekitar hutan yang dilaksanakan pada Kamis (18/06).

Sosialisasi dilaksanakan di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Dander Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Dander yang dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Bojonegoro, Sutikno dihadiri Administratur KPH Bojonegoro, Dewanto dan diikuti jajaran Kejaksaan Negeri Bojonegoro beserta jajaran Perhutani Bojonegoro.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan pencurian kayu milik Perhutani dan sekaligus guna menekan angka kerusakan hutan khususnya di Kabupaten Bojonegoro.

Administratur KPH Bojonegoro, Dewanto menjelaskan bahwa sosialisasi tersebut sebagai tindak lanjut penandatanganan MoU bidang Perdata dan Tata Usaha Negara yang dilakukan pada tanggal 19 Mei 2020 yang lalu, antara Kejaksaan Negeri Bojonegoro dengan Perhutani KPH Bojonegoro.

“Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab rusaknya hutan Bojonegoro, salah satunya adalah masih maraknya pencurian kayu dan perencekan (pengambilan kayu bakar) untuk bahan bakar industri,” katanya.

Menurut Dewanto luas wilayah Kabupaten Bojonegoro seluas 230.706 hektare, dari Luasan tersebut seluas 95.800 hektare atau 41,5 persen adalah kawasan hutan yang didalamnya terdapat 70 Desa yang bersinggungan langsung dengan hutan. “sebanyak 7o Desa yang masyarakatnya masih bergantung pada lahan hutan untuk pertanian,” ujarnya.

“Untuk itu hari ini kita bersama kejaksaan terjun langsung ke lapangan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat, hari ini adalah yang pertama, setelah ini akan dilakukan sosialisasi ke masyarakat pinggir hutan lainnya,” imbuhnya.

Kepala Kejari Bojonegoro, Sutikno mengatakan bahwa Program Jaksa Masuk Hutan tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat agar sama-sama menjaga hutan dan mengajak masyarakat untuk memanfaatkan hutan sesuai aturan Perhutani. Selain itu sebagai tindak lanjut MoU antara Kejaksaan Negeri Bojonegoro dengan KPH Bojonegoro.

“Jadi kalau memanfaatkan hutan dengan melanggar hukum, ada hukumannya.” tutur Sutikno.

Sutikno menyampaikan bahwa bicara kayu jati di Indonesia, dulu atau jaman dulu hutan Bojonegoro terkenal tebangan paling banyak dan kualitas nomor satu. “Besarnya kayu berpengaruh pada hasil produksi tebangan menjadi tinggi, pada masa-masa lalu tebangan hutan Bojonegoro menghasilkan sampai 50 ribu kubik, sekarang ini hanya kisaran 7 ribu kubik, jadi turun hampir 90 persen,” tuturnya.

“Sekarang bagaimana caranya hutan Bojonegoro kembali seperti dulu, ayo sama-sama dijaga, kalau ada yang merusak laporkan kepada Petugas Perhutani yang bertugas di sekitarnya,” tegasnya.

Menurut Sutikno masyarakat bisa memanfaatkan lahan hutan untuk menanam tanaman agroforstry sebagai tambahan penghasilan, “Tetapi tolong jangan sampai merusak ekosistem hutan dan kayu jatinya. Jangan sampai nanti kalau kayu jatinya besar dirusak,” katanya.

“Kita akan melakukan sosialisasi di seluruh desa pinggir hutan. Sekitar 70 desa akan kita datangi semua dengan harapan akan memberikan perubahan untuk hutan Bojonegoro bisa kembali seperti semula,” kata Sutikno. (Kom-PHT/Bjn/Mkm)

Editor : Ywn

Copyright©2020