KEDU UTARA, PERHUTANI (06/11/2025) | Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara bersama Pemerintah Kabupaten Temanggung, BPN Temanggung, dan BPKH Wilayah XI Yogyakarta berhasil menyelesaikan persoalan penarikan sertifikat tanah yang sempat menimbulkan keresahan warga di Desa Wates, Kecamatan Wonoboyo, Kabupaten Temanggung, Rabu (05/11). Sebanyak 62 bidang tanah yang sebelumnya ditarik kembali oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) kini telah diserahkan lagi kepada para pemilik hak. Penyelesaian ini menjadi bukti sinergi lintas lembaga dalam penataan batas lahan yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan berdasarkan peta digital kehutanan.
Kasus tersebut bermula dari pelaksanaan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) tahun 2023. Sertifikat yang telah diterbitkan dan dibagikan kepada warga kemudian ditarik kembali oleh BPN pada tahun 2024. Kebijakan ini diambil menyusul instruksi kementerian agar seluruh daerah yang berbatasan dengan kawasan hutan melakukan penyesuaian dengan peta digital kehutanan terbaru. Kondisi tersebut sempat menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, karena ada perbedaan luasan kepemilikan lahan pada sebagian sertifikat.
Bupati Temanggung, Agus Setyawan, menegaskan bahwa isu tersebut dapat diselesaikan berkat komunikasi yang baik lintas lembaga.
“Waktu itu ada 62 warga terdampak. Bahkan ada yang lahannya sampai 1.500 meter persegi jadi nol. Namun berkat komunikasi yang baik antara Pemkab, BPN, dan Perhutani KPH Kedu Utara, juga BPKH wilayah XI Jogja, masalah ini bisa diselesaikan dengan tuntas,” ungkapnya di jalur pendakian Gunung Prau via Wates.
Ia menambahkan bahwa penyesuaian batas lahan dilakukan tanpa mengurangi hak warga maupun kawasan hutan. “Tidak ada lagi kisruh, karena dari 62 bidang, 58 sudah terbit sertifikatnya. Empat sisanya sedang proses karena pemiliknya berada di luar daerah atau masih diagunkan,” tegasnya.
Kepala BPN Temanggung, Slamet Teguh, menjelaskan bahwa penarikan sertifikat dilakukan setelah analisis peta digital menunjukkan adanya irisan antara lahan warga dan kawasan hutan.
“Setelah dilakukan pengukuran ulang bersama BPKH Wilayah XI Yogyakarta dan Bupati Temanggung, ternyata hanya sebagian kecil lahan yang benar-benar masuk kawasan hutan. Sebagian besar sertifikat tetap sah milik warga,” jelasnya.
Dari total 62 bidang tanah, 56 sertifikat telah diserahkan kembali, dua sedang diagunkan, dan dua lainnya menunggu konfirmasi pemilik. “Kami siap mempercepat penyelesaiannya begitu komunikasi dengan warga sudah terjalin,” tambahnya.
Administratur KPH Kedu Utara, Maria Endah Ambarwati, mengapresiasi kolaborasi tersebut. “Perhutani hanya pemangku kawasan, sedangkan kewenangan tata batas ada di Kementerian Kehutanan melalui BPKH. Sinergi dengan Pemkab dan BPN ini luar biasa. Semua pihak terbuka dan saling menghormati,” ujarnya.
Sikap serupa juga disampaikan Ketua Forum Masyarakat Wates Bersatu, Setyoko. Dari total luas sekitar 7 hektare, hanya 3.500–4.000 meter persegi yang terindikasi masuk kawasan hutan.
“Kami sudah sepakat, yang memang masuk kawasan hutan kami kembalikan. Kami tidak ingin mewariskan masalah kepada anak cucu, tapi keberkahan,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa proses penyelesaian berlangsung selama enam bulan. “Kalau proses penyelesaian berlangsung sekitar enam bulan. Itu sejak audiensi pertama pada April hingga penyerahan sertifikat pada Oktober 2025. Semua komunikasi juga mudah,” tambahnya.
Sinergi yang terbangun dalam penyelesaian persoalan tanah di Desa Wates menunjukkan bahwa kolaborasi lintas sektor mampu menghasilkan solusi yang adil dan berkelanjutan. Perhutani KPH Kedu Utara menegaskan komitmennya menjaga komunikasi dan keterbukaan dalam setiap proses penataan batas wilayah. Ke depan, kerja sama ini diharapkan memperkuat upaya perlindungan kawasan hutan tanpa mengabaikan hak masyarakat. Selain itu, Perhutani mendorong peningkatan pemahaman bersama mengenai pentingnya kelestarian lingkungan bagi keberlangsungan hidup generasi mendatang. Kolaborasi berkelanjutan inilah yang menjadi fondasi kuat dalam menciptakan hubungan harmonis antara masyarakat dan kawasan hutan. (Kom-PHT/Kdu/Nurul)
Editor: Tri
Copyright © 2025